JAKARTA (Suara Karya): Rencana pemerintah mengubah status Universitas Trisakti dari perguruan tinggi swasta (PTS) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) dinilai Yayasan Trisakti sebagai persengkokolan jahat untuk merampas aset kampus tersebut.
“Dalam akta pendirian Usakti yang ditandatangani Notaris Eliza Pondaag pada 27 Januari 1966 tidak ada dana penyerta dari pemerintah. Fakta itu lalu diputarbalikan seakan-akan kampus Usakti ini milik pemerintah,” kata Ketua Umum Badan Pengurus Yayasan Trisakti, Dr Himawan Brahmatyo kepada media, di Jakarta, Selasa (14/5/24).
Hadir dalam kesempatan yang sama, Bendahara Umum Badan Pengurus Yayasan Trisakti, Ir Tjahyadi Lukiman dan Dewan Pembina Yayasan Trisakti, Amiruddin Aburaerah.
Seperti diberitakan sebelumnya, konflik yang dihadapi Yayasan Trisakti tak kunjung selesai sejak 2002 lalu, ketika Prof Dr Thoby Mutis diangkat sebagai Rektor Usakti Universitas Trisakti (USAKTI).
“Bersama kroni-kroninya, Prof Thoby ingin menguasai Usakti dengan cara menyingkirkan hak hukum Yayasan Trisakti sebagai badan penyelenggara yang membina, mengelola dan mengawasi Usakti,” ujarnya.
Ditambahkan, seluruh konflik itu sebenarnya telah diselesaikan melalui jalur hukum. Hasilnya, Yayasan Trisakti dinyatakan menang dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Salah satu putusan itu adalah Putusan Pengadilan Perkara No. 410/Pdt.G/2007/PN.JKT.Bar, jo. No. 248/PDT/2009/PT.DKI, jo. No. 821 K/PDT/2010, dan diperkuat dengan putusan No. 575 PK/PDT/2011 serta telah dieksekusi pada 31 Juli 2023.
“Situasi makin keruh ketika mantan Rektor Thoby Mutis tidak patuh terhadap putusan pengadilan. Dan ada oknum pemerintah yang melakukan persekongkolan jahat untuk merebut Usakti, padahal mereka tahu ada Yayasan Trisakti yang secara sah diberi kewenangan sebagai badan pengelola Usakti,” tuturnya.
Himawan mengutip Akta Notaris pendirian Usakti No 31 tanggal 27 Januari 1966 oleh Notaris Eliza Pondaag di Jakarta. Disebutkan, penghadap adalah Brigadir Jenderal TNI Dr Sjarif Thajeb dan Kapten Laut Kristoforus Sindhunatha, SH.
“Keduanya bertindak bukan untuk dan atas nama pemerintah. Dana yang disetor adalah dana yang dikumpulkan dari harta kekayaan para penghadap. Bisa dilihat di akte tersebut, uang sebesar Rp1.571.963 yang disetor berasal dari harta kekayaan para penghadap. Tidak ada dana atas nama pemerintah,” ucap Himawan menegaskan.
Selain akta pendirian, dasar hukum Yayasan Trisakti diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI No 0281/U/1979 tentang Penyerahaan Pembinaan dan Pengelolaan Universitas Trisakti kepada Yayasan Trisakti yang ditetapkan Menteri Dr Daoed Joesoef pada 31 Desember 1979.
Disinggung soal oknum pemerintah, Tjahyadi Lukiman menjelaskan, telah terjadi pelanggaran hukum oleh pejabat tinggi aparatur sipil negara (ASN) dari jenjang direktur jenderal (dirjen) hingga direktur dari 3 kementerian.
“Pemerintah yang harusnya jadi penengah konflik antara Yayasan Trisakti dengan Rektor Thoby Mutis, malah ‘ikut bermain’ dalam konflik ini. Hal itu bisa dilihat dari Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi No 330/P/2022 tanggal 24 Agustus 2022,” ujarnya.
Dalam surat keputusan itu, Yayasan Trisakti diambil alih secara paksa dengan menempatkan Direktur Kelembagaan Kemdikbudristek, Dr Lukman, ST, MHum sebagai Ketua Pembina.
“Keputusan Menteri itu telah kami gugat melalui PTUN, perkara No.407/G/2022/PTUN.JKT yang putusannya menyatakan tidak sah dan mewajibkan untuk dicabut, serta putusan banding No 250/B/2023/PT.TUN.JKT yang vonisnya menguatkan putusan Pengadilan TUN Jakarta/tingkat I,” ucapnya.
Padahal untuk mengubah susunan anggota Pembina, lanjut Tjahyadi, berdasarkan ketentuan hukum harus melalui Rapat Pembina sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Yayasan dan Anggaran Dasar Yayasan Trisakti, dan hal itu tidak dapat diubah melalui keputusan menteri.
“Keputusan menteri itu seharusnya tidak berlaku lagi, sejak putusan Pengadilan TUN mengeluarkan perintah untuk pencabutan Kepmen tersebut. Jika kondisinya demikian, pemerintah mestinya tak boleh ikut campur urusan Usakti, apalagi mengeluarkan wacana untuk mengubah status Usakti menjadi PTN-BH,” ucap Tjahyadi menegaskan.
Seperti informasi, Keputusan Mendikbudristek No 330/P/2022 yang berisi Susunan Keanggotaan Pembina Yayasan Trisakti bertanggal 24 Agustus 2022 dikeluarkan dengan alasan untuk penyelesaian masalah pengelolaan Usakti. Hal itu juga merujuk pada Akta Pernyataan Keputusan Musyawarah Yayasan Trisakti No.152 tanggal 31 Januari 1991.
“Adanya putusan pengadilan yg inkracht dan sudah dilaksanakan eksekusi, mestinya sudah tidak ada lagi masalah dalam pengelolaan Universitas Trisakti. Apalagi Usakti bukanlah satu-satunya PTS di bawah Yayasan Trisakti. Ada 5 satuan pendidikan tinggi lain yg tidak pernah bermasalah,” katanya.
Ditambahkan, Akta Yayasan Trisakti No152 tahun 1991 sudah tidak berlaku, karena sudah akta No.22 tahun 2005 yang terdaftar dalam Lembaran Negara.
“Landasan hukum yg digunakan Kemdikbudristek tidak sah secara hukum. Sesuai aturan UU Yayasan dan AD Yayasan Trisakti, perubahan susunan organ Pembina harus dilakukan melalui Rapat Pembina Yayasan, bukan dengan keputusan menteri,” tegasnya.
Tjahyadi berharap pemerintah berhenti campur tangan dalam pengelolaan Usakti. Karena sejak awal didirikan Usakti berstatus PTS hingga kini.
“Kepada oknum pemerintah, jangan melakukan persengkokolan jahat untuk merebut aset Usakti. Perguruan tinggi itu bisa berkembang hingga menjadi besar karena peran Yayasan Trisakti,” kata Tjahyadi.
Ia menyebut aset perguruan tinggi yang dikelola Yayasan Trisakti saat ini diperkirakan mencapai sekitar Rp10triliun. “Jika pemerintah tertarik untuk mengambil alih, mari diselesaikan secara business to business,” kata Tjahyadi menandaskan. (Tri Wahyuni)