JAKARTA (Suara Karya): Utang Luar Negeri Indonesia hingga akhir April 2018 naik 7,6 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi 356,9 miliar dolar AS atau sekitar Rp 5.028 triliun (perhitungan kurs acuan Jisdor Rp 14.090).
Utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 183,8 miliar dolar AS, atau naik 9,5 persen (yoy), dan utang swasta termasuk BUMN sebesar 173,1 miliar dolar AS atau naik 5,6 persen (yoy), berdasarkan Statistik ULN Bank Indonesia yang diumumkan di Jakarta, Kamis (21/6).
“Dengan posisi utang Indonesia tersebut, rasio ULN terhadap PDB masih cenderung tetap di 34 persen,” tulis BI dalam laporannya.
Bank Sentral berdalih rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara lain.
Menilik statistik utang tersebut, utang pemerintah itu terbagi dalam Surat Berharga Nergara (SUN dan SBSN/Sukuk Negara) yang dimiliki oleh bukan penduduk hingga mencapai 125,1 miliar dolar AS. Kemudian, pemerintah juga menarik utang dari kreditur asing sebesar 55,4 miliar dolar AS.
“Pengelolaan ULN secara profesional dan bertanggung jawab dilakukan Pemerintah secara konsisten untuk menjaga sustainabilitas fiskal,” ujar Bank Sentral.
Sedangkan untuk utang swasta termasuk BUMN, pinjaman di sektor pengadaan listrik, gas, dan uap/air panas (LGA) meningkat dibandingkan Maret 2018. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 72,4 persen.
Secara tenor pengambilan utang, ULN keseluruhan didominasi pinjaman berjangka panjang mendominasi keseluruhan utang hingga 86,7 persen.
Bank Sentral menilai utang Indonesia masih dalam keadaan sehat. BI berjanji akan meningkatkan koordinasi dengan pemerintah untuk mengawasi ULN dan mengoptimalkan peran ULN dalam mendukung pembiayaan pembangunan, tanpa menimbulkan risiko gangguan stabilitas perekonomian. (Devita)