JAKARTA (Suara Karya): Komisi Yudisial diminta memeriksa para hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menangani perkara penghapusan piutang atau Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Pasalnya, putusan Mmajelis hakim Pengadilan Tipikor yang menghukum mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Temenggung dengan penjara 13 tahun, diduga sarat kepentingan.
Karena itu, Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC), A Deni Daruri mempertanyakan keputusan ini. Menurut dia, dalam fakta persidangan, Syafruddin jelas-jelas hanya menjalankan tugas sebagai kepala BPPN sesuai aturan, namun harus menerima sanksi hukum.
“Putusan hakim terhadap Syafruddin ini akan menimbulkan preseden buruk di masa depan. Di mana, investor pesimis atas kepastian hukum di Indonesia,” ujar Deni, dalam keterangan tertulisnya, kepada media, Selasa (25/9).
Dia menilai sangatlah janggal bila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ataupun majelis hakim Tipikor mempersoalkan suatu kebijakan sektor keuangan di masa lalu.
“Sungguh aneh bin ajaib, lembaga adhoc seperti KPK bisa menghukum kebijakan pemerintah yang sah dan berdasarkan undang-undang yang berlaku saat itu,” ujar Deni.
Dia menyebut, keputusan majelis hakim Pengadilan Tipikor yang dipimpin Hakim Yanto, sangat prematur dan aneh. Seolah, kebijakan terkait BLBI dan penyelesaian BLBI, baru saja terjadi.
Di mana fakta hukum yang disampaikan dalam persidangan yang singkat dan tidak lengkap, dijadikan acuan majelis hakim dalam mengambil suatu keputusan yang sangat penting.
“Secara kasat mata, keputusan hakim sangat tidak prudent (hati-hati), karena tidak mengacu kepada bagaiman proses BLBI terjadi. Serta penyelesaian BLBI mulai 1998 sampai saat ini. Seharusnya, hakim mengacu dan memahami MSAA (Master Settlement and Acquisition Agreement) serta adendumnya secara menyeluruh, dan Hasil audit BPK dari ketua BPPN yang pertama sampai ditutupnya BPPN.” katanya.
Deni menilai, majelis hakim tidak menguasai perkara yang sedang disidangkan. Secara detil apakah itu menyangkut materi maupun peristiwa perkara yang sebenarnya terjadi.
“Untuk menjaga keadilan dan wibawa hakim kedepan sebaik KY (Komisi Yudisial) memeriksa para hakim yang menyidangkan kasus Syafruddin Temenggung,” kata dia.
Sebagaimana diketahui, Pengadilan Tipikor mengganjar Syafruddin hukuman 13 tahun penjara dan denda Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan.
Majelis hakim menyatakan, Syafruddin merugikan keuangan negara Rp4,58 triliun dalam penerbitan SKL BLBI untuk pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim. Syafruddin juga dianggap telah memperkaya Sjamsul dengan penerbitan SKL tersebut. (Gan)