JAKARTA (Suara Karya): Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyebut politik identitas berpotensi menjadi titik kerawanan dalam Pemilu 2019. Menurut dia, politik identitas rawan terjadi saat masa kampanye hingga hari pencoblosan.
“Lalu ada kode kerawanan dalam Pemilu. Pertama, politik identitas pada saat kampanye atau pasca hari nyoblos itu sebelumnya,” kata Wiranto di Kelapa Gading Jakarta Utara, Kamis (22/11/2018).
Dia meminta para peserta Pemilu 2019 tidak melakukan perilaku yang negatif dengan melanggar aturan kampanye. Selain politik identitas, Wiranto menyebut hoaks dan propaganda juga berpotensi menimbulkan kerawanan pemilu.
“Terus ada hoaks dan propaganda. Kemauan-kemauan untuk melawan hoaks sudah ada BSSN, tapi belum cukup. Nah, yang melawan adalah kita, harus kita semua kalau ada berita-berita yang enggak masuk akal tanyakan ke sumbernya jangan langsung dipercaya,” ucapnya.
Politik uang, kata Wiranto, juga menjadi potensi kerawanan di pemilu. Terlebih, di daerah yang tingkat kesejahteraan masyarakatnya rendah.
“Keempat adalah ‘money politics’. Serangan Fajar, serangan senja kini masih subur di daerah-daerah yang penghasilan masyarakatnya rendah,” tuturnya.
Untuk itu, dia mengingatkan masyarakat agar tidak menerima uang atau barang dengan alih-alih memilih salah satu kandidat. Dia menegaskan bahwa politik uang dapat mengganggu proses demokrasi di Indonesia.
“Tapi kita atasi masalah masyarakat bahwa jangan gadaikan hidupmu 5 tahun hanya untuk Rp 50.000 Rp 100.000. Jangan digadaikan harga segitu. Jangan, jangan diterima sebagai itu, karena itu mengganggu proses demokrasi,” terangnya.
Wiranto menuturkan sabotase, teroris, dan serangan siber juga akan menjadi kerawanan, serta adanya potensi perselisihan hasil pemilu.
“Lalu ada perselisihan hasil Pemilu, tapi saya sudah sampaikan nanti diserahkan ke proses pengadilan. Kalau bisa dinasehati kalau kalah ya sudahlah masih ada 5 tahun lagi sabar, itu juga kalau masih hidup,” kata Wiranto.
Reporter: Lizsa Egeham. (Andara Yuni)