Suara Karya

Woow, POP 2021 Diikuti Lebih dari 50 Ribu Kepsek, Guru dan Pengawas

JAKARTA (Suara Karya): Lebih dari 5 ribu kepala sekolah (kepsek), guru dan pengawas dari 7 ribu sekolah mengikuti Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) sejak 2020.

Direktur Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah dan Tenaga Kependidikan, Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Praptono mengatakan, POP merupakan bukti gotong royong bisa dilakukan dalam bidang pendidikan. Program menyasar daerah yang sulit mendapat intervensi dari pemerintah, tetapi justru digapai organisasi masyarakat (ormas) POP.

“Berkat ormas POP, sekolah yang ada di Papua, Papua Barat, Sulawesi, Kalimantan Utara, dan Sumatra bisa mendapat program peningkatan kompetensi. Yang lebih membanggakan, program tersebut sudah teruji lewat praktik baik yang dilakukan para ormas,” kata Praptono di Jakarta, Jumat (22/4/22).

Praptono dalam seri webinar Sapa GTK 2 bertema ‘Gotong Royong Memajukan Pendidikan Melalui POP menjelaskan, POP merupaka perluasan praktik baik dalam peningkatan belajar siswa di bidang literasi, numerasi dan karakter. Hal itu sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo bahwa pendidikan harus terlibat aktif dalam persiapan SDM unggul.

“Anak-anak kita di era teknologi digital yang berkembang pesat. Untuk itu, diperlukan tiga kompetensi fundamental, yaitu kemampuan atau kompetensi literasi, numerasi dan karakter,” ujarnya.

Lewat Program POP, Kemdikbudristek mengajak seluruh organisasi masyarakat melalui untuk mereka menyajikan program-program unggulannya. Program itu lalu kami evaluasi dengan tim asesor, agar ormas yang terpilih memiliki rekam jejak yang baik.

“Ormas diminta mendesiminasikan program kepada guru, kepsek dan pengawas sekolah bekerja sama dinas pendidkkan di kabupaten serta provinsi,” katanya.

Dalam pelaksanaan POP tahun 2021, Praptono memberi apresiasi kepada pimpinan ormas POP, karena tak mudah menjalankan program di masa pandemi. Banyak kelengkapan organisasi yang harus diselesaikan bersama, mulai dari MoU, perjanjian kerja sama, hingga pelaksanaan program mundur dari April ke September 2021.

“Ormas harus kerja keras dalam 4 bulan terakhir, karena pandemi belum selesai, tetapi anak-anak harus segera mendapat pelayanan terbaik. Itu sebabnya, setelah berjibaku akhirnya POP bisa dijalankan pada 2021,” katanya.

Praptono menegaskan, POP bukan yang selesai dalam waktu satu tahun. Tetapi 4 bulan pelaksanaan juga terbilang terlalu ketat. Namun, tahun 2021 menjadi titik awal, karena ormas sudah bisa melatih para guru, kepala sekolah dan pengawas,” katanya.

Tantangan terberat dalam implementasi POP 2021, menurut Praptono, keterbatasan pelaksanaan tatap muka. Keterbatasan itu membuat ormas harus menjalankan program secara daring. Nantinya, materi tersebut akan menjadi bahan untuk pelatihan luring.

Ketua Umum Forum Indonesia Menulis Kalimantan Barat, Fakhrul Arrazi yang merupakan bagian dari organisasi POP mengungkapkan, program menulis dan membaca cerdas telah dijalankan organisasinya sejak 2013.

“Dalam POP, kami libatkan 920 sekolah, dengan total 2.300 guru dan kepala sekolah di 14 kabupaten/kota di Indonesia,” ujarnya.

Fakhrul sendiri mengungkapkan tantangan dalam pelaksanaan POP tahun 2021 karena dari 14 kabupaten/kota sasaran ormas ada 8 kabupaten/kota di daerah 3T. “Lokasi sekolah tak hanya di ibukota kabupaten dan kota, tetapi hingga pelosok,” tuturnya.

Kendala lainnya adalah ketiadaan akses internet, lanjut Fakhrul, padahal mereka harus menggelar kelas daring lantaran situasi pandemi sedang tinggi-tingginya. Banyak peserta yang menempuh perjalanan 6-9 jam, demi mendapat akses internet.

Hal senada dikemukalanHotmianida Panjaitan selaku Nasional Program Manager POP Wahana Visi Indonesia. Tantangan terberat adalah koneksi internet untuk pelatihan daring, karena 50 persen sekolah tidak memiliki jaringan internet.

“Kami bersyukur ada 58 master teacher di tingkat kabupaten yang bisa menjadi pelatih wahana literasi. Karena itu pelatihan bisa digelar luring,” kata Hotmaida.

Hotmaida menambahkan, pihaknya memiliki data yang menjadi alat ukur untuk mengetahui kemampuan baca siswa. Data tersebut menyasar 3.900 responden. Ormas juga memiliki alat ukur yang akan memudahkan guru melihat perubahan psikososial pada siswa akibat perubahan metode pembelajaran selama pandemi.

“Para guru diajarkan untuk membuat siswa menjadi lebih tenang dalam belajar dan bisa beradaptasi terhadap kondisi yang ada. Mereka diajarkan untuk bisa membuka website dan melakukan pembelajaran dengan google serta mencari media pembelajaran lain,” ujarnya. (Tri Wahyuni)

Related posts