Suara Karya

KPK Periksa Teddy Munawar Terkait Kasus Korupsi Bansos Covid-19

Logo KPK. (Antara)

JAKARTA (Suara Karya): Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Teddy Munawar, Direktur Utama PT Anomali Lumbung Artha, dalam penyelidikan kasus korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek pada tahun 2020. Pemeriksaan ini dilakukan di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, pada Kamis (7/11/2024).

PT Anomali Lumbung Artha, yang terlibat dalam pengadaan bansos dengan total paket mencapai 1,17 juta dan nilai kontrak sebesar Rp442,863 miliar, sebelumnya telah menjadi perhatian KPK. Pada Januari 2021, perusahaan ini juga pernah digeledah kantor oleh penyidik KPK terkait dugaan korupsi dalam pengadaan bantuan sosial.

Teddy Munawar diduga memiliki keterkaitan dengan politisi PDIP, Herman Hery. KPK menyelidiki dugaan peran Munawar sebagai utusan Herman Hery yang bertemu dengan pejabat di Kementerian Sosial untuk mengatur pengadaan bansos. KPK mengungkap bahwa sekitar 6 juta paket bantuan sosial senilai Rp900 miliar diduga telah dikorupsi, yang melibatkan tahap pengadaan bantuan sosial tahap 3, 5, dan 6.

“Pemeriksaan ini terkait dugaan pengadaan bansos Presiden untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek pada 2020,” ujar Tessa Mahardhika, Juru Bicara KPK.

Kasus korupsi bansos ini berawal dari program bantuan yang dimulai oleh Presiden Joko Widodo untuk meringankan beban masyarakat terdampak pandemi. Namun, diduga terjadi penurunan kualitas bantuan yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp250 miliar.

Dalam persidangan sebelumnya, Adi Wahyono, mantan Kepala Biro Umum Kementerian Sosial, mengungkapkan bahwa mantan Menteri Sosial Juliari Batubara memberikan pengecualian kepada PT Anomali Lumbung Artha terkait kewajiban membayar “fee” per paket bantuan sosial. “Mas Anomali jangan dipungut,” kata Adi, mengutip perintah Juliari Batubara.

Kasus ini telah mengarah pada tiga klaster yang berbeda, dengan kasus suap dan penyaluran bansos yang sudah memasuki tahap persidangan, sementara proyek pengadaan bantuan sosial masih dalam penyidikan. KPK memperkirakan kerugian negara akibat kasus ini mencapai sekitar Rp125 miliar. (Boy)

Related posts