Suara Karya

LKDI Desak Pemerintah Keluarkan Larangan Iklan Judi Online di Medsos!

JAKARTA (Suara Karya): Lembaga Konsumen Digital Indonesia (LKDI) mendesak pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang melarang penayangan iklan judi online (judol) di media sosial (medsos) seperti Instagram (IG), Facebook (Fb), Youtube, Tiktok dan lainnya.

“Dampak dari iklan judi online di media sosial sudah terlalu massif dan menimbulkan dampak negatif di masyarakat. Kami harap pemerintah berani mengeluarka larangan penayangan iklan judol di medsoa,” kata Direktur Eksekutif LKDI Kholiq Basmallah dalam siaran pers, Sabtu (6/4/24).

LKDI mencatat tayangan iklan judol di medsos, seperti IG, Fb, YouTube, TikTok dan X (sebelumnya Twitter) kian agresif. Akibatnya, 6 dari 10 pengguna internet melihat iklan judol saat mengakses internet, terutama platform medsos.

Survei terbaru yang dilakukan Populix bertajuk ‘Understanding the Impact of Online Gambling Ads Exposure’ menyebut, ada 82 persen responden pengguna internet di Indonesia sudah terpapar iklan judol.

Dikatakan, survei melibatkan 1.058 responden dengan sebaran 80 persen populasi di Pulau Jawa; 11 persen di Sumatera dan 9 persen di pulau lainnya. Dari sisi usia, responden didominasi kelompok umur 17-25 tahun (45 persen) dan usia 26-35 tahun (21 persen).

Hasil survey yang dilakukan selama 21-28 November 2023 itu menunjukkan, jenis iklan yang paling banyak dilihat dari pengakuan responden adalah slot 80 persen, domino 59 persen, poker 48 persen dan kasino 47 persen.

Selain itu ada judi bola 44 persen, e-games 15 persen, permainan kartu 15 persen, olahraga virtual 8 persen dan permainan angka atau toto gelap (togel) 7 persen.

Menurut hasil survei yang dirilis pada pertengahan Februari 2024 menyebutjan, mayoritas (46 persen responden) mengaku paling sering menjumpai iklan judi online di Instagram (IG).

Selain itu ada Facebook dan Youtube dengan angka masing-masing 45 persen, lalu TikTok 27 persen, dan X (Twitter) 16 persen.

Akibatnya, selama 2023 lalu ada 3,29 juta masyarakat yang terbujuk iklan dan terlibat judol. Nilai transaksinya luar biasa, mencapai Rp327 triliun!

“Angka itu meningkat 100 persen lebih tinggi dibanding tahun 2022 sebesar Rp155,4 Triliun. Karena itu, tayangan iklan judi online di media sosial, terutama di IG dan Fb harus segera dihentikan karena berdampak negatif dan massif di masyarakat,” ucap Kholiq.

Menurutnya, iklan medsos merupakan kanal utama para marketer judol untuk menjaring calon konsumennya. Kondisi itu, sangat mengkhawatirkan, mengingat pengguna medsos didominasi anak muda, baik Gen Y maupun Gen Z.

“Apapun nama dan bentuknya, judi online adalah penyakit sosial yang sangat kronis, berbahaya, dan belum ada penyelesaiannya. Terlebih sejak internet membumi di seluruh pelosok Indonesia,” katanya.

Menurut catatan LKDI, setiap hari muncul ratusan hingga ribuan situs atau website judi online. Di saat bersamaan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) juga melakukan penyisiran dan pemblokiran atas situs-situs perjudian tersebut.

“Seolah terjadi perang yang tak kunjung usai antara marketing judol dengan aparatur negara. Setiap Kemkominfo memblokir beberapa situs, muncul situs-situs baru lainnya,” ujar Kholiq.

Karena pemblokiran website tidak menyelesaikan masalah, LKDI minta pemerintah menggunakan wewenangnya untuk melarang penayangan iklan judi online di media sosial, terutama Instagram dan Facebook.

Sebagai bentuk perhatian nyata terhadap masalah itu, LKDI akan meminta pihak Meta Indonesia untuk segera menghentikan penayangan iklan judi yang sangat agresif.

“Desakan perlu dilayangkan karena 2 alasan. Pertama, iklan judol menjadi pintu masuk menjamurnya judi online. Dan kedua, pengguna platform medsos di bawah Meta sangat besar,” ucapnya.

Saat ini, tercatat ada 125 juta pengguna Facebook dan hampir 100 juta pengguna Instagram di Indonesia. Jumlah tersebut merupakan target kuantitatif iklan judi yang fantastis.

“Itulah sebabnya, fokus perhatian kami pada Meta Indonesia, perusahaan yang menaungi FB dan IG. Dua platform tersebut paling banyak di Indonesia,” tuturnya.

Kholiq menambahkan, LKDI merasa wajib mengambil langkah strategis untuk melawan penetrasi iklan judi online karena korban judol di Indonesia, terutama dari kalangan masyarakat kelas bawah, terus bertambah.

Sebagaimana data yang dihimpun LKDI, kebanyakan korban judol bukan dari kalangan menengah ke atas, tetapi justru dari kelas menengah ke bawah baik itu rentan miskin, miskin, bahkan miskin ektrem.

“Masyarakat menengah ke bawah yang terjebak pusaran judi online terus mengeluarkan uang untuk judi. Uang mereka disedot bandar judi dunia maya yang ada di luar negeri,” katanya.

Para pejudi online bisa dipastikan kalah karena, sebagaimana temuan LKDI, sistem algoritma judi online sudah diatur sedemikian rupa untuk memenangkan bandar.

Karena itu, Kholiq menilai, wacana penerapan pajak judol tidak akan menyelesaikan masalah. Solusinya adalah menghentikan praktik judi online itu sendiri.

“Penerapan pajak itu sama saja dengan melegalkan perjudian. Ini tidak boleh terjadi,” ucap Kholiq Basmallah.

Menghentikan judi online pun, menurut Kholiq, jangan hanya memblokir situs-situs judi. Tetapi, melakukan terobosan baru, yaitu menghentikan penayangan iklan judol di semua media.

“Dulu, ketika kita terpapar iklan, transaksi harus pergi ke toko terdekat. Sekarang, di era digital ini, semua transaksi bisa dilakukan dengan sekali klik lewat mbanking. Ini lebih membahayakan. Harus segera ditangani,” ucap Kholik menandaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts