Suara Karya

Presiden AAS: Riset Dasar dan Kerja Sama Global Kunci Bangun Industri Sains di Indonesia

BANDUNG (Suara Karya): Presiden Australian Academy of Science (AAS), Prof Chennupati Jagadish menyebut, riset dasar dan kerja sama global merupakan kunci dalam membangun industri sains di Indonesia.

“Riset dasar adalah fondasi pengetahuan. Tanpa itu, tak ada teknologi yang bisa dikembangkan, apalagi dikomersialkan,” kata Jagadish di hadapan ratusan akademisi dan pelaku industri yang menghadiri Konvensi Sains, Teknologi dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 di Sabuga, Bandung, Jumat (8/8/25).

Menurut Jagadish, Indonesia dapat membangun ekosistem riset dan industri yang tangguh melalui peta jalan strategis berbasis kerja sama internasional, pendanaan riset dasar, dan akses terbuka terhadap infrastruktur ilmiah.

“Tanpa riset fundamental, mustahil menghasilkan inovasi teknologi yang berdampak nyata,” kata pakar optoelektronika asal Australia tersebut.

Jagadish juga menyoroti pentingnya kolaborasi global sebagai fondasi utama pembangunan riset nasional. Menurutnya, krisis global seperti pandemi covid-19 hingga perubahan iklim menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan tak mengenal batas negara.

“Transisi menuju dunia ‘net zero emission’ dan ketersediaan vaksin hanyalah dua contoh bahwa tak satu negara pun bisa menyelesaikannya sendirian,” ucapnya.

Sebagai langkah nyata, Jagadish mengusulkan pembentukan program magister dan doktor bersama antara perguruan tinggi Indonesia dan Australia.

Skema itu akan membuka peluang kolaborasi riset lintas negara, sekaligus mempererat hubungan bilateral dalam bidang pendidikan tinggi dan inovasi.

Sorotan lain yang tak kalah penting dari Jagadish adalah perlunya fasilitas riset berteknologi tinggi yang dapat diakses secara luas oleh semua peneliti, tidak hanya terpusat di satu institusi atau departemen.

“Model open access telah sukses diterapkan di fasilitas fabrikasi nasional Australia. Semua peneliti boleh menggunakannya, sehingga efisiensi dan kolaborasi pun meningkat,” paparnya.

Menurutnya, sistem terbuka ini memungkinkan sumber daya riset yang mahal dimanfaatkan secara optimal dan adil, menciptakan dampak yang lebih luas terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.

Menutup pidatonya, Jagadish menekankan, negara dengan ekosistem sains yang kuat akan menuai banyak manfaat, seperti produktivitas yang tinggi, lapangan kerja berkualitas, dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

“Tujuan akhirnya adalah masyarakat yang melek sains. Ketika itu tercapai, negara akan maju secara berkelanjutan,” pungkasnya.

Sekadar informasi, KSTI 2025 yang digelar di Sabuga, Bandung pada 7-9 Agustus 2025 merupakan forum tahunan yang mempertemukan para ilmuwan, akademisi, pembuat kebijakan, dan pelaku industri.

Perhelatan tersebut untuk memperkuat sinergi dalam mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi berbasis iptek di Indonesia. (Tri Wahyuni)

Related posts