JAKARTA (Suara Karya): Lembaga Sensor Film (LSF) kembali menggelar program LSF Goes to Campus, sebagai bagian dari Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri (GN BSM).
Kali ini, kegiatan berlangsung di Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta, Senin (15/9/25), yang diikuti sekitar 2.000 mahasiswa baru dalam rangkaian Pekan Ta’aruf.
Ketua LSF, Naswardi dalam sambutannya menegaskan, penyensoran film merupakan amanat Undang-Undang (UU) No 33 Tahun 2009 tentang Perfilman.
“LSF hadir tak sekadar memberi Surat Tanda Lulus Sensor (STLS), tetapi juga melindungi masyarakat dari film yang tidak layak dan tidak sesuai dengan budaya bangsa. Karena itu pentingnya mematuhi klasifikasi usia dalam menonton film,” ujarnya
Untuk produsen film sendiri, lanjut Naswardi, STLS adalah bentuk pengakuan negara terhadap karya mereka.
Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri terus disosialisasikan, karena perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat, berpengaruh besar terhadap peredaran dan pertunjukan film.
Film saat ini tidak hanya bisa disaksikan melalui layar bioskop dan televisi, tetapi juga melalui internet, platform digital dan media sosial. Untuk itu, masyarakat memiliki potensi mengakses konten perfilman yang tidak sesuai dengan klasifikasi usia.
“Film yang mengandung pornografi, kekerasan, perjudian, pelecehan, perendahan terhadap harkat dan martabat serta penodaan terhadap agama dan kemanusiaan, tentu akan memberi dampak yang tidak baik, jika ditonton oleh orang yang tidak sesuai dengan penggolongan usianya,” tuturnya.
LSF menyadari secara penuh, upaya untuk melindungi tontonan masyarakat, tidak cukup dengan kebijakan Surat Tanda Lulus Sensor. Masyarakat perlu mendapat pengetahuan tentang pentingnya menonton film sesuai klasifikasi usia,” ucap Naswardi menegaskan.
Hal senada dikemukakan Ketua Sub Komisi Sosialisasi LSS, Titin Setiawati menekankan pentingnya literasi tontonan.
“Masyarakat punya hak menikmati film dengan baik. Karena itu, penting untuk mengetahui penggolongan usia, agar film yang ditonton memberi dampak positif, khususnya bagi kelompok rentan seperti anak-anak,” tuturnya.
Program literasi ini juga mendapat dukungan dari pelaku industri film nasional. Dalam kesempatan itu, produser eksekutif Fauzan Zidni dan aktris Devi Permatasari memperkenalkan film Tukar Takdir, yang membawa pesan mendukung Gerakan Budaya Sensor Mandiri.
Sementara dari film ‘Jadi Tuh Barang’, hadir aktris muda Natalie dan Baby Tsabina yang mengajak mahasiswa untuk terus mencintai perfilman Indonesia.
Sebagai penutup, penyanyi jebolan Liga Dangdut Indonesia, Hari Putra, sukses menghidupkan suasana dengan membawakan lagu-lagu dangdut penuh semangat, yang disambut antusias para mahasiswa.
Melalui LSF Goes to Campus, lembaga ini berharap generasi muda, khususnya mahasiswa, menjadi bagian penting dalam membangun budaya menonton yang sehat, kritis, dan bertanggung jawab. (Tri Wahyuni)