JAKARTA (Suara Karya): Ratusan guru besar dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia mendesak Pemerintah Indonesia untuk membuat kebijakan luar negeri yang membantu kemerdekaan Palestina.
Para profesor itu meminta agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mereformasi Dewan Keamanan yang ada di lembaga tersebut.
“Kami berharap dukungan ini akan mendorong Presiden Prabowo untuk melakukan kalibrasi kebijakan luar negeri, yang mempertemukan itikad mulia membela Palestina dengan semua tantangan yang ada,” kata Rektor Universitas Indonesia (UI), Prof Heri Hermansyah saat membacakan pernyataan sikap, di Mesjid Ukhuwah Islamiyah, Kampus UI Depok, Jumat (19/9/25).
Hingga tulisan ini dibuat, sebanyak 880 guru besar dari berbagai kampus menyepakati pernyataan sikap tersebut, baik secara daring maupun luring.
Guru besar lain yang ikut menandatangani pernyataan sikap, antara lain Prof Mahfud MD, Prof Siti Zuhro, Prof Fasli Jalal, Prof Didik J Rachbini, Prof Nuhfil Hanani, Prof M Nasih, Prof Widodo, Prof M Madyan, Prof Suharnomo, Prof Jamaluddin Jompa, Prof.Budi Wiweko, dan Prof Eko Prasojo.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan oleh Prof Heri, para guru besar meminta Pemerintah Indonesia konsisten mengawal implementasi keputusan Sidang Umum PBB ke-80, hingga terwujudnya negara Palestina yang merdeka.
Selain itu, Pemerintah Indonesia diminta mempertimbangkan rincian legal-formal yang harus disiapkan dan disepakati seperti batas-batas negara, definisi bangsa Palestina, mandat pemerintahan, dan sebagainya.
“Upaya ini membutuhkan komitmen jangka panjang,” ujarnya.
Para guru besar juga mendesak agar Pemerintah Indonesia memperjuangkan dengan segera pemberian jaminan keamanan dan keselamatan bagi rakyat Palestina. Hal ini bisa dilakukan melalui pengiriman Pasukan Perdamaian PBB ke wilayah yang mengalami konflik.
“Harus diingat, konflik Palestina-Israel pada hakikatnya akibat dari penjajahan, okupasi, pengusiran paksa, serta perampasan wilayah bangsa Palestina oleh zionisme,” tegas Prof Heri.
Para guru besar mendesak Pemerintah Indonesia untuk menolak opsi relokasi penduduk Gaza dengan dalih apa pun, termasuk alasan rekonstruksi pasca perang.
Pemerintah Indonesia harus memberi bantuan pengobatan, pendidikan, dan lainnya di luar wilayah Palestina setelah ada jaminan bahwa mereka boleh kembali ke rumahnya.
“Kita juga menuntut Pemerintah Pendudukan Zionis menghentikan okupasi ilegal di wilayah Palestina, segera keluar dari wilayah yang ditetapkan Resolusi PBB No 181/1947, dan memberi pertanggungjawaban atas semua pelanggaran hukum internasional sebagaimana yang diputuskan oleh ICC,” paparnya.
Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan komitmen dalam mendukung dan memberi bantuan kepada bangsa Palestina, baik melalui Indonesian Aid, maupun bantuan kemanusiaan, pengobatan, dan pendidikan, hingga perluasan hubungan perdagangan untuk jangka panjang agar dapat membantu negara Palestina merdeka dan mandiri.
Selain itu, pihaknya juga mendukung Reformasi DK PBB melalui tata kelola yang lebih inklusif, representatif, dan berkeadilan. “Hal ini dapat dimulai dari perluasan Anggota Tetap DK PBB dan penghapusan Hak Veto yang hanya dimiliki 5 negara Anggota Tetap DK PBB saat ini.
Reformasi DK PBB dipandang penting untuk mendukung efektivitas pasukan perdamaian dan memastikan PBB tetap relevan dengan perkembangan zaman,” jelasnya.
Prof Heri juga meminta masyarakat mewaspadai disinformasi yang dilancarkan gerakan zionisme di Indonesia.
Disinformasi yang sengaja membenturkan pemerintah dan masyarakat terkait berbagai isu, seperti pembukaan hubungan diplomatik jika Israel mengakui negara Palestina dan kesediaan Indonesia menampung pengungsi Palestina di Indonesia tanpa jaminan untuk dikembalikan.
“Disinformasi ini harus dilawan bersama oleh pemerintah, pendidik, pemuka agama, dan tokoh masyarakat. Kami juga mendukung Presiden Prabowo menyuarakan komitmen bangsa dan negara Indonesia untuk Kemerdekaan Palestina dan Reformasi DK PBB dalam Sidang Umum PBB ke-80 pada 23 September 2025,” pungkasnya.
Sementara itu, Periset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Siti Zuhro menyampaikan, para guru besar yang menandatangani pernyataan sikap tersebut berasal dari lintas agama, lintas bidang keilmuan, serta lintas generasi.
Ini menunjukkan berbagai elemen masyarakat di Indonesia sangat peduli dengan permasalahan kemanusiaan di Gaza.
Ia juga menyebut, isu kemanusiaan di Palestina bukan hanya milik bangsa Indonesia, melainkan juga negara lain di Benua Eropa dan Amerika.
“Indonesia secara umum tidak perlu dipertanyakan lagi tentang atensi serta empatinya terhadap isu kemanusiaan ini. Tak sekadar pernyataan, Indonesia hadir dengan kontribusi berupa pangan dan bantuan lain yang dikirim untuk warga Gaza,” ujar Prof Siti Zuhro menandaskan. (Tri Wahyuni)

