JAKARTA (Suara Karya): Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia resmi meluncurkan Sistem Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami di Instituto de Geociências de Timor-Leste (IGTL), Dili.
Sistem ini menjadi bagian dari dukungan Indonesia untuk memperkuat kapasitas mitigasi bencana di kawasan Asia Tenggara, sekaligus memperluas jangkauan layanan peringatan dini berbasis sains di tingkat regional.
Peluncuran dilakukan dalam kegiatan bertajuk ‘Strengthening Resilience through Geosciences: Launch of the Development of Earthquake Information and Tsunami Early Warning System’ yang dihadiri Presiden IGTL Job Brites Dos Santos, Sekretaris Negara Bidang Perlindungan Sipil Domingos Mariano Reis, serta pimpinan lembaga terkait.
Kepala BMKG, Prof Dwikorita Karnawati menegaskan, kolaborasi antara BMKG dan IGTL adalah langkah konkret memperkuat kesiapsiagaan lintas negara.
“Kerja sama ini tak sekadar simbol persahabatan, tetapi komitmen nyata untuk melindungi masyarakat dari ancaman gempabumi dan tsunami,” kata Dwikorita dalam sambutannya di Dili, baru-baru ini.
Ia menjelaskan, wilayah Timor Leste secara tektonik memiliki struktur sesar naik (thrust fault) yang dapat memicu gempabumi dan tsunami.
Timor Lestw pernah mengalami peristiwa tsunami akibat gempabumi M6,9 pada 1995 yang menyebabkan 11 orang hilang, 19 luka-luka, dan kerusakan parah di kota Dili serta Maliana.
Menurut Dwikorita, kondisi itu menegaskan pentingnya kesiapsiagaan masyarakat di wilayah rawan bencana.
“Kita perlu belajar dari pengalaman pahit Aceh 2004 dan Palu 2018. Sebaik apa pun sistem peringatan dini di hulu, akan sia-sia bila masyarakat di hilir tidak siap bertindak,” tegasnya.
Kolaborasi BMKG dan IGTL diperkuat melalui Nota Kesepahaman dan Perjanjian Implementasi 2024 yang mencakup bidang geofisika, pengembangan sumber daya manusia, serta pertukaran teknologi.
Melalui kemitraan ini, BMKG berkomitmen membantu IGTL dalam membangun kapasitas operasional yang mandiri dalam pemantauan gempabumi dan tsunami.
“BMKG siap mendukung IGTL agar memiliki kedaulatan penuh atas data dan informasi kebencanaan, sehingga dapat merespons ancaman dengan cepat dan tepat demi keselamatan warganya,” ujarnya.
Direktur Bidang Gempabumi dan Tsunami BMKG, Dr Daryono menambahkan, sistem yang dibangun di IGTL Timor Leste mengadopsi teknologi dan mekanisme Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS), yang selama ini menjadi model sistem peringatan dini regional.
Saat ini, InaTEWS berperan sebagai Tsunami Service Provider (TSP) untuk 28 negara pesisir Samudra Hindia dan Pusat Informasi Gempabumi bagi 10 negara ASEAN.
Presiden IGTL, Job Brites dos Santos menyampaikan apresiasi kepada BMKG atas dukungan dan transfer teknologi yang diberikan. “Sistem ini mencerminkan keberhasilan model diseminasi yang dijalankan di Indonesia. Ini menjadi tonggak penting bagi keselamatan publik Timor Leste,” katanya.
Dalam jangka panjang, kolaborasi kedua negara diarahkan untuk mendukung program ‘Early Warning for All & Early Action by All’ sesuai target PBB agar seluruh komunitas di wilayah berisiko tsunami siap dan tangguh pada 2030.
Ditambahkan, program juga mencakup pertukaran ahli, pelatihan teknis, penguatan sistem diseminasi informasi, serta penyusunan peta bahaya dan evakuasi tsunami.
Dwikorita menambahkan, keselamatan publik adalah prioritas utama dari seluruh kerja sama ini. “Semua upaya ini bermuara pada satu tujuan, yaitu keselamatan masyarakat, nol korban, dan kesejahteraan yang berkelanjutan,” ucapnya. (Tri Wahyuni)