JAKARTA (Suara Karya) : Penyimpangan dalam pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Mahanusa kembali mencuat. Semua itu terjadi setelah sejumlah kreditor menilai perusahaan tersebut tidak menjalankan hasil putusan PKPU sebagaimana mestinya.
Berdasarkan data resmi, permohonan PKPU PT Mahanusa terdaftar di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Register 291/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Jkt.Pst tertanggal 12 Juli 2021, dan diputus pada 14 Desember 2021.
Dalam rencana perdamaian yang diajukan Debitor, terdapat skema penyelesaian utang kepada kreditor konkuren melalui sistem pembayaran bertahap yang dibagi ke dalam tiga kelompok:
Kelompok A: Kreditor dengan nilai pokok tagihan hingga Rp500 juta
Kelompok B: Kreditor dengan nilai pokok tagihan di atas Rp500 juta hingga Rp1 miliar
Kelompok C: Kreditor dengan nilai pokok tagihan di atas Rp1 miliar
Pembayaran pertama dijadwalkan mulai pada kuartal IV tahun 2022, dan dilanjutkan setiap kuartal IV di tahun-tahun berikutnya (periode Oktober–Desember).
Namun, pelaksanaan skema tersebut tidak terealisasi sesuai dengan proposal rencana perdamaian. Padahal, berdasarkan hasil rapat kreditor, sebanyak 66 dari 77 kreditor konkuren (95,52%) atau 13.577 suara dari total 15.911 suara telah menyetujui rencana perdamaian. Sementara 8 kreditor (4,48%) atau 679 suara menyatakan menolak.
Dalam proposal perdamaian itu juga ditegaskan bahwa jumlah tagihan setiap kreditor yang tercatat merupakan hasil verifikasi akhir pada Daftar Piutang Tetap PKPU, dengan ketentuan telah dilakukan net off dan dapat berubah bila terdapat transaksi lanjutan atau koreksi pencatatan sesuai PSAK dan peraturan yang berlaku.
Namun kini, fakta di lapangan menunjukkan indikasi kuat bahwa PT Mahanusa tidak menjalankan kewajiban pembayaran sebagaimana disepakati.
Hal tersebut disampaikan oleh Farlin Marta, S.H., C.R.A., C.L.A dari Master Trust Lawfirm yang menyebut bahwa perusahaan tersebut justru menyalahgunakan mekanisme PKPU untuk mengelabui para kreditor.
“PT Mahanusa telah mengelabuhi para korbannya dengan PKPU yang ternyata tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Maka per 1 Januari 2026, proses pidana sudah dapat dilanjutkan kembali,” tegas Farlin Marta.
“Klien kami terakhir mendapat cicilan pembayaran PKPU dari Mahanusa di Juni 2025 itu pun tidak lebih dari 20% dari total hutang,” sambungnya.
Farlin Marta juga mengatakan, setelah Juni 2025 tidak ada pembayaran lanjutan dari Mahanusa dengan dalih ada dua kali permohonan pembatalan perdamaian di Pengadilan Niaga pada PN Jakpus.
“Alasan ini menurut hemat saya sungguh tidak masuk akal. Tidak ada sangkut paut antara permohonan pembatalan perdamaian dengan kewajiban cicilan pembayaran dari Mahanusa kepada para kreditornya. Sehingga dapat kami simpulkan Mahanusa terkesan bermain-main dan tidak serius dalam menjalankan skema pembayaran sesuai dengan putusan PKPUnya,” ujarnya.
Di sisi lain, sejumlah laporan polisi yang sebelumnya dikeluarkan SP2 Lid di Polda Metro Jaya dengan alasan masih menunggu hasil proses PKPU, kini akan kembali dibuka. Sebab, proses PKPU telah berakhir dan dinilai tidak dijalankan dengan itikad baik oleh pihak debitor.
“Proses pidana segera berjalan per 1 Januari 2026, karena tidak ada lagi alasan menunda dengan dalih PKPU,” tambah Farlin.
Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan celah hukum dalam pelaksanaan PKPU, di mana debitor yang tidak beritikad baik dapat menunda tanggung jawab pidana melalui mekanisme restrukturisasi utang.
Sejumlah kreditor kini tengah menyiapkan langkah hukum lanjutan guna memastikan hak mereka terpenuhi sesuai keputusan pengadilan.
Sementara itu, Sakti Manurung dari Master Trust Lawfirm menilai, “Kalau kita bicara tentang hukum pidana berarti kita bicara tentang pertanggung jawaban subyek hukum, bisa Perorangan maupun Badan Hukum. Serta dalam hukum pidana ada dikenal istilah “Locus Delicti” yang berarti tempat terjadinya tindak pidana dan “Tempus Delicti” yang berarti waku terjadinya tindak pidana,” kata Sakti Manurung.
Oleh karena itu menurut Sakti Manurung, sekalipun didalam suatu Perusahaan ada terdapat perubahan nama Pengurus dan Pemegang Saham, hal itu tidak serta merta menghilangkan pertanggung jawaban.
“Karena kalau lagi-lagi kita bicara soal pertanggung jawaban orang khususnya soal hukum, maka itu mutlak melekat pada subyeknya / orangnya,” pungkas Sakti Manurung.
Bagi para nasabah PT Mahanusa yang ingin bergabung untuk mengambil haknya bisa memberikan kuasa kepada kami dengan menghubungi nomor hotline di 08131785935.” (Warso)

