Suara Karya

Berkat Shinkenjuku, Orangtua Kini Jadi Lebih Santai Hadapi UAS

JAKARTA (Suara Karya): Metode belajar ala Jepang, Shinkenjuku ternyata tak hanya mempermudah anak belajar matematika, tetapi juga meringankan beban para orangtua. Karena mereka tak lagi kerepotan menghadapi anak belajar setiap jelang ujian akhir sekolah (UAS).

“Dahulu setiap mau UAS, saya selalu tak tenang menghadapi anak, takut hasil ujiannya jelek. Tetapi, sekarang sudah bisa lebih santai,” kata Ayu Kartika (42), saat mendampingi dua buah hatinya sebagai finalis Kompetisi Matematika Shinkenjuku ke-3 di kantor Shinkenjuku cabang Cileduk, Jakarta, Minggu (26/1/20).

Acara tersebut dibuka oleh Presdir PT Benesse Indonesia selaku pengelola Bimbel Shinkenjuku, Keiko Toyoizumi.

Ayu menambahkan, ketertarikan pada Shinkenjuku berawal dari informasi yang beredar di kalangan orangtua murid SD Mumtaza 1 Pondok Cabe. Sejumlah siswa yang ikut Shinkenjuku mengalami peningkatan dalam belajar.

“Kebetulan lokasi bimbelnya dekat sekolah. Jadi bisa lanjut setelah pulang sekolah,” kata ibu dua anak, yaitu Namiya duduk di kelas 4 SD dan Nareswara kelas 1 SD.

Ayu mengaku, pihaknya membutuhkan bimbel semacam Shinkenjuku, karena materi pelajaran di sekolah anaknya sedikit berbeda dari sekolah swasta umumnya. Sekolahnya mengacu pada dua kurikulum, yaitu Nasional dan Cambridge.

“Di Mumtaza, pelajaran matematika dan sains diajarkan pakai bahasa Inggris. Jika ada materi yang bikin bingung orangtua, kami minta tolong guru di Shinkenjuku untuk bantu mengajarkan,” ujarnya.

Hal senada dikemukakan Anggia Tridianti (38). Ibu dari Anna Ariana, kelas 1 SD yang menjadi salah satu finalis kompetisi dari Shinkenjuku cabang Bintaro Jaya. Ia mengaku senang, karena Shinkenjuku mendukung kesukaan anak pada matematikan.

“Sejak belajar di Shinkenjuku, Anna makin cinta matematika. Katanya belajarnya seru dan menantang. Bahkan, ia sering tes saya untuk buatkan soal matematika untuk dikerjakan,” kata Anggia dengan nada bangga.

Bukan rahasia lagi, jika sebagian siswa Indonesia masih mengganggap matematika sebagai momok. Karena itu, ditambahkan Keiko, pihaknya fokus pada pembelajaran matematika. “Di Jepang, Shinkejuku diterapkan pada semua mata pelajaran. Tetapi di Indonesia, kami fokus pada matematika yang hingga kini masih menjadi momok,” ujarnya.

Shinkenjuku dalam bahasa Indonesia memiliki arti mengerti itu menyenangkan. Metode belajar yang mengajak anak untuk mengerti lebih dulu apa yang dipelajari, sehingga tidak kesulitan dalam mengerjakan soal ujian baik di sekolah maupun ujian nasional.

Keiko menambahkan, Shinkenjuku diperkenalkan di Indonesia sejak 3 tahun lalu. Disebutkan, dua kelemahan siswa Indonesia yaitu kemampuan berhitung dan soal cerita. “Kami perkuat pelatihan dan materi belajar pada kemampuan berhitung dan soal cerita. Dalam dua bulan saja, mereka sudah bisa mengejar ketertinggalan itu,” ucap Keiko.

Karena itu, tak heran jika Shinkenjuku terus berkembang tak hanya di wilayah Jabodetabek, tetapi juga Bandung, Solo, Yogyakarta, Surabaya dan Malang. Jumlahnya mencapai 30 outlet di wilayah tersebut. Ditargetkan 5 tahun kedepan, ada peningkatan hingga 200 outlet.

Tentang kompetisi Shinkenjuku ke-3, dijelaskan, kompetisi itu diikuti sekitar 1.500 peserta dari seluruh outlet di Indonesia. Dari kompetisi awal, terpilih sekitar 450 finalis yang serentak pada Minggu (26/1/20) di 6 regional. (Tri Wahyuni)

Related posts