Suara Karya

Dorong Inovasi Digital Berbasis Kearifan Lokal, Kemenbud Gelar ‘Budaya Go’

JAKARTA (Suara Karya): Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menegaskan, kemajuan kebudayaan Indonesia tak lagi bergantung pada pelestarian nilai-nilai masa lalu, tetapi juga kemampuan bangsa beradaptasi dan berinovasi di era digital.

Hal itu disampaikan Menteri Kebudayaan Fadli Zon secara virtual saat meluncurkan ‘Budaya Go: Kompetisi Inovasi Digital Budaya Indonesia’ di Jakarta, Kamis (23/10).

Fadli Zon dalam sambutannya menyebut, budaya bukan sekadar warisan sejarah, melainkan modal strategis untuk merancang masa depan bangsa.

“Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, ruang budaya menghadapi tantangan baru untuk tetap relevan dan berdaya saing. Karena itu, ‘Budaya Go’ menjadi penting untuk terus dikembangkan,” katanya.

Alasannya, lanjut Fadli Zon, teknologi membuka peluang besar bagi pelestarian dan promosi budaya. Lewat inovasi digital, warisan budaya Indonesia dapat tetap hidup dan relevan di tengah masyarakat yang semakin digital.

Hal senada disampaikan Dirjen Pengembangan, Pemanfaatan dan Pembinaan Kebudayaan, Ahmad Mahendra. Katanya, Budaya Go merupakan salah satu strategi Kementerian Kebudayaan untuk memperkuat ekosistem budaya digital nasional, sekaligus mendorong tumbuhnya ekonomi budaya dan industri kreatif berbasis kearifan lokal.

“Kami percaya inovasi digital membuka ruang baru bagi pelaku budaya untuk terus berkarya dan berkolaborasi. Dengan cara yang modern dan interaktif, nilai-nilai budaya akan hadir dan memberi manfaat secara ekonomi,” tuturnya.

Untuk itu, Mahendra mengajak generasi muda Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam Budaya Go. Karena kompetisi itu bukan sekadar ajang perlombaan, tetapi gerakan kolaboratif nasional yang mempertemukan pelaku budaya, akademisi, kreator, dan pengembang teknologi untuk menciptakan inovasi digital berbasis kearifan lokal.

“Kompetisi ini bukan hanya tentang siapa yang menang, tapi bagaimana kita membangun bangsa secara bersama-sama,” ucapnya.

Disebutkan kompetisi terbagi dalam 2 kategori, yaitu mahasiswa dan profesional, dengan total hadiah mencapai Rp450 juta untuk 20 tim pemenang. Satu tim berisi minimal 5 orang.

“Peserta ditantang untuk mengembangkan berbagai solusi digital berbasis kebudayaan, mulai dari aplikasi, situs web, sistem kecerdasan buatan (AI), hingga gim berbasis augmented reality (AR),” katanya.

Selain untuk kompetisi, lanjut Mahendra, Budaya Go juga menjadi momentum penting untuk memetakan potensi budaya digital di 38 provinsi, sekaligus mengidentifikasi kebutuhan peningkatan kapasitas pelaku budaya di berbagai daerah.

“Keterlibatan generasi muda dari seluruh penjuru negeri menjadi kunci agar warisan budaya Indonesia tetap hidup di era digital,” tuturnya.

Selama proses seleksi, panitia menyiapkan pendamping dan peningkatan kapasitas digital bagi peserta dari daerah. Sehingga pelaku budaya dapat memahami potensi warisan lokal dan mengolahnya menjadi karya yang bernilai ekonomi dan edukatif.

Sementara itu, Direktur Pengembangan Budaya Digital, Kementerian Kebudayaan, Andi Syamsu Rijal mengatakan, Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, namun menghadapi tantangan dalam hal distribusi nilai, akses pasar, dan digitalisasi data budaya.

Di sisi lain, generasi muda hidup di ekosistem digital yang cepat dan dinamis. “Dari sinilah, Budaya Go lahir sebagai jembatan yang menghubungkan kedua dunia itu,” ucapnya.

Ditambahkan, Budaya Go melibatkan lebih dari 300 tim peserta dari seluruh Indonesia, yang melalui tahapan seleksi administrasi, mentoring, hingga grand final yang dijadwalkan berlangsung pada November 2025.

“Kami ingin pastikan proses ini bukan hanya lomba, tetapi belajar bersama. Bagaimana membangun jejaring dan melahirkan solusi yang berakar pada kekayaan budaya bangsa,” ujarnya.

Andi menilai keberhasilan Budaya Go tidak lepas dari semangat kolaborasi antara pemerintah, komunitas budaya, pelaku industri kreatif, dan ekosistem teknologi.

“Inovasi digital budaya bukan hanya soal melestarikan, tetapi juga memperbarui dan memberdayakan. Lewat teknologi, kita bisa membuat budaya tak hanya lestari, tapi juga relevan, berdaya saing, dan memberi manfaat ekonomi,” kata Andi menandaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts