BANDUNG (Suara Karya): Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI 2025) kembali menghadirkan pemikiran global dari pakar riset terkemuka.
Salah satunya Profesor Lam Khin Yong, ilmuwan asal Singapura yang dikenal luas atas kiprahnya membangun kolaborasi riset antara kampus dan industri.
Dalam sesi plenonya di Sasana Budaya Ganesa, Bandung (7/8/25), Prof Lam memaparkan pengalaman strategis Nanyang Technological University (NTU) Singapura dalam membangun kemitraan inovatif bersama perusahaan global seperti HP Inc, Rolls-Royce, Continental, Singtel, hingga GlobalFoundries.
Ia menggarisbawahi kekuatan fundamental Indonesia, peringkat inovasi yang meningkat, populasi besar dan produktif, serta kekayaan sumber daya alam.
“Ini adalah landasan yang sangat kuat untuk menciptakan ekosistem riset dan inovasi yang kompetitif di tingkat global,” ujar Lam.
Saat ini Prof Lam menjabat sebagai Vice President of Industry di NTU. Strategi inti NTU berfokus pada dua pilar utama, yaitu bagaimana membangun talenta kelas dunia, dan bagaimana menjembatani riset dasar menuju riset terapan yang berdampak.
Kunci keberhasilan NTU adalah memperkuat hubungan riset dengan dunia industri secara langsung, sehingga hasil riset dapat cepat diterapkan untuk menyelesaikan persoalan nyata di lapangan.
Dijelaskan, NTU mengembangkan strategi dinamis melalui kerangka PACE, yaitu P (Public Support atau dukungan pemerintah).
Riset jangka panjang perlu dukungan kebijakan dan pendanaan dari pemerintah secara stabil dan berkelanjutan.
Kedua, Attract Talent and Adapt to Changes (Menarik Talenta dan Adaptif terhadap Perubahan).
NTU memberi ruang bagi dosen dan mahasiswa doktoral untuk mengambil cuti hingga 2 tahun guna membangun startup berbasis riset tanpa kehilangan posisi akademik. Ini mengurangi risiko wirausaha dan mempercepat hilirisasi riset.
Ketiga, Collaboration with Industry (kolaborasi dengan industri).
Kolaborasi NTU dengan sektor industri, seperti NTU-HP Digital Manufacturing Corporate Lab dan SHARE Lab, membuktikan pentingnya koneksi riset kampus dengan inovasi nyata di industri, terutama bidang AI, manufaktur digital, dan material maju.
Keempat, Engage Globally atau keterlibatan global. Keterlibatan internasional merupakan pilar penting.
NTU menjalin kerja sama dengan berbagai institusi top dunia, termasuk kolaborasi strategis dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya di bidang energi berkelanjutan.
“Kolaborasi dengan Indonesia sangat penting untuk mengatasi tantangan kawasan secara bersama-sama,” ucap Lam menegaskan.
Paparan Prof Lam sangat sejalan dengan misi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) melalui inisiatif Diktisaintek Berdampak. Fokusnya adalah membangun ekosistem riset yang kolaboratif, aplikatif, dan adaptif terhadap masa depan.
Melalui KSTI 2025, Kemdiktisaintek berupaya memastikan, penelitian tak hanya unggul secara akademik, tetapi juga mampu memberikan solusi konkret bagi industri dan masyarakat. (Tri Wahyuni)