JAKARTA (Suara Karya): Semakin banyak kasus kematian anak akibat tenggelam, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengeluarkan rekomendasi tentang pentingnya anak diajari kemampuan berenang sejak dini.
“Kemampuan berenang ini tak sekadar olahraga, tetapi menjadi skill of survival saat anak mengalami kondisi darurat dalam air,” kata Ketua IDAI, dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) dalam diskusi media, di Jakarta, Selasa (23/5/23).
Hadir dalam kesempatan yang sama, Ketua Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Rawat Intensif Anak, IDAI, dr Ririe Fachrina Malisie.
Pentingnya anak memiliki kemampuan berenang, lanjut dr Piprim, juga menjadi perhatian badan kesehatan dunia (WHO). Hal itu menjadi tema dari peringatan World Emergency Day pada 27 Mei dan World Drowning Prevention Day pada Juli 2023.
“Berenang ini ternyata olahraga yang sering dilupakan orangtua zaman sekarang. Jika tidak punya kolam pribadi, ada fasilitas kolam renang berbayar yang bisa diakses keluarga,” ujarnya.
Ririe Fachrina menyebut angka kematian akibat tenggelam di dunia, merujuk data WHO yaitu sekitar 260 ribu setiap tahun. Dari jumlah itu, lebih dari 50 persen berusia dibawah 30 tahun.
“Tenggelam menjadi 10 penyebab terbesar kematian pada orang usia 1-24 tahun. Jumlah kasus terbesar terjadi pada laki-laki, karena lebih banyak beraktivitas di luar,” tuturnya.
Ririe menyebut sejumlah alasan tentang pentingnya berenang. Pertama, Indonesia termasuk negara kepulauan yang dikelilingi lautan. Transportasi antar pulau memerlukan perahu atau kapal yang mempunya peluang untuk tenggelam.
“Karena itu anak penting diajari berenang, bagaimana bertahan hidup dalam air, serta memberi pertolongan kepada orang yang tenggelam,” katanya.
Selain itu, lanjut Ririe, makin banyak wahana bermain anak yang menggunakan air. Kemampuan berenang yang mumpuni akan memberi kepuasan pada anak karena tidak dibatasi geraknya oleh pelampung.
Musibah lainnya yang mungkin terjadi akibat air, Ririe menyebutkan, antara lain anak jatuh ke selokan yang airnya deras, sungai atau sumur timba di rumah yang pembatasnya pendek. Bahkan anak juga bisa tenggelam saat main air di bak mandi, tanpa pengawasan.
“Data menunjukkan kasus anak yang tenggelam di air tawar lebih tinggi dibanding air asin atau di laut,” kata Ririe.
Kasus itu bisa diketahui dari kondisi paru-paru korban. Pada kasus anak tenggelam di laut, paru-parunya bengkak. Sedangkan tenggelam di air tawar, kondisi paru-parunya kempes.
“Setiap ruang, baik itu di darat maupun laut memberi peluang anak untuk celaka. Jadi pentingnya pengawasan dari orangtua,” kata Ririe.
Ditanya soal orang yang mahir berenang, tetapi meninggal karena tenggelam, dr Ririe mengatakan, hal itu disebabkan beberapa faktor. Terbanyak karena terjadi kaki keram saat mengalami kondisi kedaruratan di air.
“Selain juga bisa karena faktor obat-obatan, panik, syok karena perubahan suhu, cedera atau tubuhnya mengalami kelelahan setelah berjuang lama dalam air tetapi pertolongan tidak kunjung datang,” tuturnya.
Ia mengingatkan orangtua untuk memakaikan anak baju khusus berenang, bukan sekadar kaos dan celana main biasa yang akan menjadi berat saat berada dalam air.
“Jika hanya main air di kolam anak bolehlah, tapi kalo di kolam yang kedalamannya melebih tinggi badan tidak disarankan,” ucap Ririe menandaskan. (Tri Wahyuni)