Suara Karya

Kemdikdasmen Dorong Guru Vokasi Kuasai Kompetensi untuk Layanan Pendidikan Inklusif

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) tengah mendorong guru vokasi menguasai kompetensi untuk layanan pendidikan inklusif.

Upaya itu dinilai krusial untuk memastikan sekolah inklusif tak hanya menjadi label, tetapi benar-benar menghadirkan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik berkebutuhan khusus.

Demikian dikemukakan Dirjen Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus, Kemdikdasmen, Tatang Muttaqin dalam acara temu media, di Jakarta, Jumat (28/11/25).

Kegiatan itu digelar menyambut Hari Disabilitas internasional yang diperingati setiap 3 Desember.

Dirjen Tatang Muttaqin menjelaskan, pelatihan bagi guru vokasi menjadi prioritas nasional, akibat minimnya kemampuan guru dalam memahami dan mengelola kebutuhan khusus peserta didik. Padahal, sekolah vokasi yang kini menerima siswa disabilitas semakin banyak.

“Sehebat apa pun kurikulumnya, tidak akan berarti tanpa guru yang kompeten. Pelatihan guru vokasi dalam pendidikan inklusif adalah kunci untuk memastikan semua siswa bisa belajar dan berkembang,” ucap Tatang menegaskan.

Ditegaskan, pelatihan tersebut tidak boleh lagi bersifat pengenalan singkat, tetapi harus menyentuh aspek teknis yang benar-benar dibutuhkan guru vokasi dalam praktik sehari-hari.

Hal itu meliputi identifikasi kebutuhan khusus pada peserta didik, pengembangan program pembelajaran individual, adaptasi kurikulum dan materi praktik, strategi pendampingan dalam kegiatan laboratorium dan workshop, serta membangun lingkungan sekolah yang ramah disabilitas.

“Guru vokasi menghadapi tantangan lebih besar karena pembelajaran mereka banyak berbentuk praktik. Di sinilah pentingnya pelatihan yang spesifik, bukan generik,” ujarnya.

Tatang menambahkan, pemerintah akan memperluas kemitraan dengan lembaga pelatihan, perguruan tinggi, dan organisasi profesi untuk mengembangkan paket pelatihan yang berstandar nasional.

Sementara itu, Staf Khusus Mendikdasmen Bidang Pendidikan Inklusif dan Pemerataan Pendidikan Daerah 3T, Rita Pranawati menilai, pelatihan layanan inklusif bagi guru vokasi juga penting untuk membuka kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus di daerah terpencil.

“Banyak anak di daerah 3T yang sebenarnya memiliki potensi besar di bidang vokasi, tetapi mereka kalah akses. Pelatihan guru vokasi dalam pendidikan inklusif dapat mengubah masa depan mereka,” ujar Rita berharap.

Ia menekankan, pelatihan guru vokasi harus dirancang agar mudah diterapkan di lapangan, termasuk di sekolah yang memiliki fasilitas terbatas.

“Guru vokasi di daerah 3T harus mampu melakukan adaptasi tanpa menunggu alat yang canggih. Pelatihan harus mencakup strategi kreatif, sederhana, dan efektif,” imbuhnya.

Pernyataan senada disampaikan Fajri Hidayatullah, penyandang tunanetra sekaligus Tim Ahli Staf Khusus Mendikdasmen Bidang Manajemen, Kelembagaan, dan Reformasi Birokrasi.

Fajri menilai, guru vokasi butuh pelatihan yang memperkenalkan mereka pada ragam cara kerja siswa disabilitas. “Siswa dengan hambatan penglihatan, pendengaran, atau mobilitas tetap bisa unggul di bidang vokasi, jika guru tahu cara mendampingi. Pelatihan guru harus memastikan itu,” tegas Fajri.

Ia menyoroti, masih banyak guru yang tidak mengetahui cara memberi instruksi yang dapat diakses siswa tunanetra dalam pelajaran praktik, seperti tata boga, perbengkelan, atau teknik komputer.

“Masalahnya bukan pada disabilitas siswanya, tetapi pada ketidaksiapan sistem. Pelatihan guru adalah langkah paling realistis dan paling cepat untuk memperbaiki ini,” pungkasnya.

Dalam bagian akhir acara, Dirjen Tatang Muttaqin menambahkan, pihaknta saat ini tengah menyiapkan standar kompetensi nasional untuk guru vokasi yang melayani pendidikan inklusif.

“Standar ini akan menjadi dasar perumusan modul pelatihan, sertifikasi kompetensi, dan penilaian kemampuan guru,” ungkapnya.

Tatang menegaskan, penguatan kebijakan dan peningkatan kualitas pelatihan akan berjalan paralel dengan pencatatan data siswa disabilitas yang lebih akurat.

“Tanpa data dan tanpa guru yang terlatih, inklusif hanya menjadi jargon. Dengan pelatihan yang kuat, sekolah vokasi bisa benar-benar menjadi tempat yang memberi kesempatan bagi semua anak,” ujarnya.

Dengan dorongan regulasi, pelatihan intensif, serta keberpihakan pada kelompok disabilitas, pemerintah berharap sekolah vokasi dapat menjadi ruang tumbuh bagi seluruh peserta didik, tanpa kecuali.

“Pendidikan inklusif adalah tanggung jawab moral dan mandat konstitusi. Pelatihan guru vokasi adalah pintu utama menuju transformasi itu,” kata Tatang menandaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts