JAKARTA (Suara Karya): Konser musik ‘Soundrenaline 2023’ di Sirkuit Carnaval Ancol Jakarta pada 2-3 September lalu membuat organisasi penggiat anti rokok meradang. Mereka menilai Pemda DKI tidak tegas dalam penerapan regulasi larangan iklan rokok, karena konser itu tetap memajang iklan rokok di sepanjang acara.
“Iklan rokok memang ditampilkan di area konser, tapi disana banyak anak remaja yang potensial jadi perokok pemula,” kata Sekretaris Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Titik Suhariyati di Jakarta, Kamis (7/9/23).
Pernyataan itu disampaikan Titik dalam keterangan pers bertajuk ‘Masyarakat Sipil Menolak Iklan Promosi dan Sponsorship Rokok di Acara Musik, Pelanggaran atas Kesehatan Masyarakat Indonesia’.
Narasumber lain adalah Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan, Eva Susanti; Dollaris Riauaty Suhadi dari organisasi Smokefree Jakarta, dan Putu Ayu Swandewi Astuti dari Pusat Pengendalian Tembakau dan Kesehatan Paru, Universitas Udayana.
Pemasangan iklan rokok dalam konser menjadi perhatian serius, lanjut Titik, karena nonton konser telah menjadi salah satu agenda wajib bagi gen Z dan alpha, selain traveling.
Yang mengejutkan, acara tersebut diunggah ke sosial media seperti instagram dan tiktok oleh penontonnya. Jumlahnya lebih dari 650 ribu orang. Fotonya dengan latar belakang iklan rokok.
“Berapa juta mata yang akan terpapar iklan rokok itu, jika setiap pengguna instagram memiliki sedikitnya seribu follower. Itu juga bisa menjadi marketing yang luar biasa,” ucapnya.
Hal senada dikemukakan Direktur Pencegahan dan Pengendalian PTM, Eva Susanti. Ia mengaku kecewa karena DKI selama ini termasuk ketat dalam pelarangan iklan rokok di ruang-ruang publik.
“Bahkan Satpol PP tidak berdaya membubarkan acara, padahal jelas-jelas melanggar aturan larangan iklan rokok di ruang publik,” ucap Eva.
Ia mengutip data Kementerian Kesehatan yang menunjukkan jumlah anak usia 10-19 tahun yang merokok meningkat tajam dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9.1 persen pada 2018.
“Bahkan usia pertama kali merokok paling banyak adalah usia 15-19 tahun (52,1 persen) diikuti dengan mereka yang berusia 10-14 tahun (23,1 persen),” ujarnya
Hal senada dikemukakan Putu Ayu Swandewi. Katanya, meningkatkan angka perokok anak dan remaja sangat dipengaruhi oleh iklan rokok yang ditampilkan di media iklan/reklame rokok seperti televisi, radio, billboard, poster, internet.
Data Atlas Tembakau Indonedia 2020 menunjujkan, anak dan remaja yang terpapar reklame rokok memiliki peluang 1,5 kali lebih besar menjadi perokok dibandingkan yang tidak terpapar.
Sementara itu Dollaris Riauaty Suhadi dari organisasi Smokefree Jakarta mengungkapkan, Pemprov DKI Jakarta sebenarnya konsisten dalam melakukan pelarangan iklan rokok. Hal itu dimulai dengan diterbitkannya Peraturan Daerah (PERDA) No 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame (Pasal 12 Ayat 4)
Selanjutnya ada Peraturan Gubernur (Pergub) No 1 Tahun 2015 tentang Larangan Penyelenggaraan Reklame Rokok dan Produk Tembakau pada Media Luar Ruang, Pergub No 244 Tahun 2015 yang kemudian diubah menjadi Pergub No 148 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame.
“Regulasi itu kemudian dikuatkan lewat Seruan Gubernur No 8 Tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok. Namun, sayangnya masih memberi izin konser musik memajang iklan rokok di area selama acara berlangsung,” kata perempuan yang akrab dipanggil waty.
Ia berharap ke depan, Pemprov bisa menerapkan larangan iklan rokok lebih maksimal. Tidak ada pemajangan iklan rokok, meski hanya dalam area acara musik atau olahraga.
“Pelarangan iklan rokok adalah solusi paling efektif dan murah dalam upaya melindungi anak dan remaja menjadi perokok pemula, karena tidak memerlukan biaya negara yang besar,” tuturnya.
Menurut Waty, penegakan peraturan secara konsisten akan dapat menurunkan jumlah perokok anak dan remaja. Untuk itu dibutuhkan peran masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan peraturan di daerah masing-masing.
“Di Jakarta, kita bisa ikut aktif melaporkan setiap pelanggaran melalui aplikasi JAKI, kanal laporan masyarakat milik Pemprov DKI Jakarta,” katanya.
Hingga kini, Pemprov DKI Jakarta telah menerima ribuan laporan masyarakat terkait pelanggaran larangan iklan rokok di tempat penjualan, dan telah menanggapi dan menindaklanjuti seluruh laporan tersebut dengan cara menurunkan atau mencopot iklan. (Tri Wahyuni)