Suara Karya

Perkuat Ketahanan Pangan, BRIN Dorong Peningkatan Sumber Daya Laut

JAKARTA (Suara Karya): Konsep ekonomi biru menjadi kunci dalam pembangunan berkelanjutan di sektor kelautan. Namun, pemanfaatan laut harus dilakukan secara seimbang dengan pertumbuhan ekonomi dan kelestarian ekosistem.

Hal itu dikemukakan Wakil Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Amarulla Octavian dalam acara Forum Grup Discussion (FGD) bertajuk ‘Ketahanan Pangan dari Laut dan Wilayah Pesisir’, di Gedung BRIN, Jakarta, Kamis (17/7/25).

Forum Grup Discussion yang diselenggarakan BRIN bersama Yayasan Garuda Di Lautku itu membahas pemanfaatan ekonomi biru untuk mendukung ketahanan pangan lewat penggunaan sumber daya laut yang berkelanjutan.

“Indonesia memiliki keunggulan geografis sebagai negara kepulauan terbesar dunia. Untuk itu, potensi kelautan yang besar harus dimanfaatkan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional,” ucap Amarulla menegaskan.

Alasannya, pertumbuhan populasi dunia diperkirakan mencapai 9 miliar manusia pada pertengahan abad ini. Kondisi itu menuntut produksi ketahanan pangan sebesar 70 persen dari kemampuan pangan sekarang.

Indonesia sendiri, lanjut Amarulla, telah menempuh 5 kebijakan ekonomi biru, antara lain perluasan konservasi laut, penangkapan ikan terukur, pengembangan budidaya berkelanjutan, pengelolaan pesisir, dan penanganan sampah laut.

Amarulla mengutip pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang surplus produk perikanan nasional. “Pangan dari laut, khususnya perikanan, bukan hanya alternatif, tapi kunci penting untuk ketahanan pangan nasional kita,” katanya menegaskan.

Sementara itu, Sekretaris Kordinasi Sumber Daya Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Muhamad Mawardi menyoroti pentingnya penguatan kelembagaan di sektor maritim. Koperasi desa dapat menjadi salah satu penggerak ekonomi laut.

“Koperasi Merah Putih di desa dan kelurahan diharapkan dapat menggerakan sektor perikanan dari hulu ke hilir. Termasuk wilayah yang punya potensi budidaya besar, seperti daerah pesisir,” ujarnya.

Ia menambahkan, sisi hulu berkaitan dengan produksi di wilayah yang memiliki potensi besar budidaya laut. Sedangkan di sisi hilir, ada koperasi yang dapat menghubungkan pasar atau tempat mendistribusikannya.

Para pegiat lingkungan juga menanggapi positif upaya ketahanan pangan melalui pelestarian lingkungan maritim. Seperti dikemukakan Pembina Yayasan Garuda di Lautku, Hanarko Djodi Pamungkas. Ketahanan pangan selalu berdampingan dengan ekosistem laut yang sehat.

“Ketahanan pangan harus dibarengi dengan tanggung jawab menjaga laut dari pencemaran. “Aktivitas perikanan yang berlebihan dapat merusak keseimbangan alam,” ucapnya.

Dalam urusan pelestarian, lanjut Djodi, kini lebih mudah menjalankan aksi nyata berkat dukungan data riset dari BRIN. Bahkan, keterbukaan akses data dan hasil kajian disebut sangat membantu gerakan di lapangan.

“Berkat keterbukaan informasi dari BRIN, kami tidak perlu riset ulang. Semua data sudah tersedia dan terbuka,” katanya.

Garuda Di Lautku merupakan sebuah gerakan sosial yang diinisiasi oleh TNI Angkatan Laut (AL). Tujuannya, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian ekosistem laut.

Selama berlangsungnya diskusi, Djodi mengatakan, hasil diskusi terkait ketahanan pangan nantinya akan disampaikan ke pemerintah.

“Ada keterbukaan dari riset-riset BRIN, sehingga kami tidak perlu khawatir lagi. Kami juga terbantu dari kolaborasi ini. Nantinya hasil FGD akan disampaikan ke pemerintah bersama BRIN,” tutur Djodi.

Pelaksanaan FGD juga bertujuan untuk merumuskan rekomendasi strategis bersama pemangku kepentingan utama. Kegiatan dihadiri berbagai pemangku kepentingan, mulai dari kementrian terkait, lembaga negara, pelaku usaha, hingga organisasi lingkungan.

Natural Resources Management dari World Bank, Yadranka Farita dalam kesempatan yang sama mengatakan, perlu strategi komunikasi dalam melakukan sosialisasi tentang pentingnya ekonomi biru bagi keberlangsungan pembangunan dunia.

“Terlebih Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar, berpotensi besar dalam ekonomi biru, terutama sektor perikanan, pariwisata bahari, dan pengelolaan sumber daya pesisir,” katanya.

Selain juga perlunya masukan dari media terkait bahasa yang mudah dipahami masyarakat, agar proses sosialisasi program pemerintah berlangsung mulus. “Strategi komunikasi itu penting. Semua itu tidak bisa dipisahkan dari strategi pembangunan sebenarnya,” kata Yadranka menandaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts