JAKARTA (Suara Karya): Perubahan strategi filantropi bisa digunakan untuk mendukung pemerintah dalam program percepatan transformasi pendidikan anak usia dini (PAUD). Transformasi itu akan mengejar ketertinggalan masa belajar anak akibat pandemi covid-19.
“Filantropi saat ini tak sekadar bagi-bagi bantuan, tetapi lebih luas lagi,” kata Head of Early Childhood Education and Development (ECED) Tanoto Foundation, Eddy Henry disela kegiatan ‘Dialog Kebijakan PAUD di ASEAN atau Forum Southeast Asia Policy Dialogue on Early Childhood Care and Education (SEA PD on ECCE), di Jakarta, Selasa (25/7/23).
Dialog kebijakan digelar bersamaan dengan Konferensi Internasional ke-3 tentang PAUD dan Pengasuhan Anak atau 3rd International Conference on Early Childhood Care Education and Parenting (ICECCEP).
Gelaran yang berlangsung 25-26 Juli 2023 ini terselenggara berkat kerja sama antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek), Sekretariat ASEAN, SEAMEO CECCEP, Tanoto Foundation, dan Asia-Pacific Regional Network for Early Childhood (ARNEC).
Selain mendapat laporan dari tiap negara (country report), sesi dialog kebijakan diharapkan lahir deklarasi atau komitmen bersama para Menteri pendidikan di Asia Tenggara di bidang PAUD dan scoping study program PAUD di Asia Tenggara.
Dalam pemaparannya, Eddy Henry menyebut ada 4 perubahan strategi filantropi dibanding masa lalu. Pertama, dari sisi pemberian amal, saat ini fokus pada dampak. Kedua, dari terfragmentasi menjadi penyelarasan untuk skala besar dan dampak jangka Panjang.
Ketiga, dari bekerja sendiri menjadi kolaboratif atau memobilisasi berbagai jenis pendanaan baik pemerintah, organisasi filantropi, lembaga pembangunan dan sektor swasta.
Keempat, dari dukungan keuangan menjadi pengembangan kapasitas dan bantuan teknis. “Perubahan strategi filantropi ini akan mempengaruhi program PAUD sehingga anak tumbuh dan berkembang optimal,” ujarnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah (Dirjen PDM), Kemdikbudristek, Iwan Syahril dalam sambutan pembukaannya mengatakan, Dialog Kebijakan dan Konferensi Internasional PAUD bertujuan mendorong perlunya penguatan program transisi PAUD ke SD.
“Hal itu akan mengurangi ketertinggalan masa belajar dan tumbuh kembang anak usia dini karena pandemi covid-19,” katanya.
Dalam menjalankan perannya sebagai Ketua ASEAN ke-5, lanjut Iwan, pemerintah Indonesia menggandeng negara-negara di kawasan Asia Tenggara untuk menguatkan komitmen bersama dalam mempercepat transformasi PAUD.
“Kemdikbudristek akan konsisten dalam melakukan modifikasi kurikulum agar responsif atas perkembangan zaman, menyusun metode pembelajaran bervariasi, serta membuka peluang kolaborasi yang melibatkan sektor swasta,” ujar Iwan.
Dirjen PDM, Kemdikbudristek berharap konferensi menjadi kesempatan bagi negara-negara ASEAN untuk menyatukan berbagai gagasan dengan saling berbagi praktik baik dalam penyediaan layanan PAUD yang berkualitas.
“Bersama kita bisa membangun masa depan yang lebih baik, dimulai dari komitmen yang lebih kuat dalam meningkatkan kualitas layanan PAUD,” tutur Iwan di hadapan para menteri pendidikan dari 11 negara kawasan Asia Tenggara, duta besar negara Asia Tenggara untuk Indonesia, serta ratusan delegasi.
Iwan berharap diskusi akan bermanfaat dan bermakna untuk memajukan PAUD di kawasan ASEAN.
Sementara itu, Direktur Southeast Asia Ministers of Education Organization Regional Centre for Early Childhood Care Education and Parenting (SEAMEO CECCEP), Prof Vina Adriany menyebut 5 topik bahasan pada sesi pararel dalam konferensi internasional PAUD.
“Dalam konferensi dibahas Pendidikan Pengasuhan Anak Universal dan Transisi ke Pendidikan Dasar, Pengaruh Lokal dan Global pada PAUD, PAUD Holistik dan Terintegrasi, Membangun Ketahanan PAUD, dan Pendidikan Pengasuhan Anak,” kata Prof Vina. (Tri Wahyuni)