Suara Karya

Pontjo: 70% Persen Konflik Dunia Karena Penguasaan Sumber Daya Alam 

Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo. (Foto: Tangkapan layar Zoom)

JAKARTA (Suara Karya): Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo mengatakan, salah satu isu yang dapat memicu konflik bahkan perang antar negara adalah persaingan dalam penguasaan sumber daya alam (SDA) terutama energi dan pangan yang ketersediaannya memang terbatas.

Dimana dari pengalaman empirik, sekitar 70 % konflik yang terjadi di dunia bersumber dari isu energi dan pangan akibat pergulatan kepentingan bagi kelangsungan hidup bangsa dan kemajuan negara masing-masing.

“Seperti kita ketahui, seiring dengan pertumbuhan penduduk dunia, kebutuhan energi dan pangan akan terus meningkat. Sebagai kebutuhan dasar (basic needs) manusia, energi dan pangan merupakan komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik, sosial, dan keamanan nasional,” kata Pontjo dalam FGD virtual, Jumat (2/6/2023).

Lebih lanjut Pontjo menjelaskan, bahwa persoalan besar yang juga dihadapi masyarakat dunia internasional saat ini adalah kebangkitan China sebagai kekuatan baru negara adidaya (superior state) yang menjagad (globalized) sehingga dianggap oleh Amerika Serikat (AS), kekuatan lama (old established force), merupakan ancaman pada statusnya sebagai negara adikuasa yang tetap berambisi menjadi pemimpin pemerintahan dunia (world government order).

“Kedudukan kedua negara tersebut sebagai Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB menambah kerumitan solusi masalah jika terjadi konflik militer antar mereka. Kondisi berbahaya tersebut dapat berujung pada kedaruratan situasi yang mengancam ketertiban dan perdamaian dunia (world and peace order),” ujarnya.

Menurut Pontjo, pertarungan kepentingan politik global kedua negara tersebut yang memiliki senjata pamungkas nuklir, mampu untuk saling menghancurkan (mutual assured destructive) dan berimbas kehancuran total pada kehidupan manusia dan semua makhluk di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Dikatakan Pontjo, peran agama dalam melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial adalah upaya aktualisasi gagasan politik tentang relevansi nilai-nilai universal kemanusiaan berkontribusi konstruktif bagi solusi masalah dunia.

Dengan demikian, hak asasi manusia (HAM) sebagai atribut sekularitas dalam konteks hubungan antar manusia (dimensi horizontal), tidak dapat dipisahkan dari kewajiban asasi manusia (KAM) dalam konteks hubungan keillahian (dimensi vertikal) wujud ketaatan makhluk pada penciptanya, yaitu menjadi rakhmatan lil alamiin.

“Secara hakiki, HAM dan KAM bersifat manunggal, demi terwujudnya ketertiban dunia. Untuk itu, sikap mental perilaku pemimpin dunia perlu dipengaruhi agar memiliki kemauan dan komitmen politik untuk melaksanakan nilai-nilai universal kemanusiaan pada agama, dalam memperjuangkan kepentingan negaranya dan kepentingan masyarakat dunia,” katanya.

Pintjo juga menjelaskan, hubungan internasional perlu melibatkan negara-negara yang mengutamakan akal sehat bagi terciptanya keamanan dan kesejahteraan serta kenyamanan hidup semua manusia dan bangsa. Hal itu perlu dilaksanakan melalui penghormatan pada kesetaraan (equality) dan keadilan sosial (social justice) bagi kemartabatan manusia (human dignity) sebagai makhluk mulia ciptaan-Nya.

Pemahaman tersebut relevan bagi bangsa Indonesia untuk berkontribusi konstruktif mendukung pelaksanaan kewajiban konstitusional pemerintahan negara Indonesia, untuk “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” yang termaktub dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945. (War)

Related posts