JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) menggelar PYC International Energy Conference (IEC) 2023 di Hotel JS Luwansa, Jakarta pada 15-16 September 2023.
Sekadar informasi, dalam kegiatan ini juga melibatkan Centre For Policy Development (CPD) Australia, Climateworks Centre, International Institute for Sustainable Development (IISD), Indonesia Research Institute for Decarbonisation (IRID), dan Institute for Essential Services Reform (IESR).
Ketua Umum Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Filda C. Yusgiantoro menyatakan, penyelenggaraan PYC IEC 2023 sudah kali keempat diselenggarakan di Indonesia. Kegiatan dua tahunan ini mulai dilaksanakan sejak 2017.
“Kegiatan konferensi internasional ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan di sektor energi, baik skala lokal maupun internasional. Seperti mahasiswa, peneliti, ahli atau pakar energi, sektor swasta dan perwakilan pemerintah,” kata Filda kepada wartawan di lokasi acara..
Diungkapkannya, PYC IEC 2023 kali ini mengambil tema “Collaboration in Action for Inclusive Energy Roadmap”. Tema konferensi memiliki relevansi akan kebutuhan kemitraan dan kolaborasi bersama semua sektor dan stakeholder untuk mencapai tujuan transisi energi Indonesia.
“Karena kompleksitas tantangan yang dihadapi di sektor energi memerlukan tindakan kolektif dan pendekatan kolaboratif yang tidak dapat dicapai hanya oleh satu sektor atau satu negara saja. Sehingga hal ini memerlukan kerja sama dari semua pemangku kepentingan dan visi bersama untuk masa depan yang berkelanjutan,” ujarnya.
Lebih lanjut Filda menjelaskan, bahwa tema yang dipilih pada konferensi tahun 2023 ini menyoroti pentingnya sisi permintaan (demand side) sektor energi pengguna akhir (end user) dalam mempercepat transisi energi. Sektor transportasi dan industri Indonesia telah mengkonsumsi bahan bakar fosil dalam jumlah besar.
“Masing-masing berkontribusi sebesar 41% dan 39% dari total konsumsi energi di Indonesia pada tahun 2019. Transisi energi di kedua sektor pengguna akhir energi tersebut memiliki tantangan dan kompleksitas yang berbeda dibandingkan dengan transisi energi di sektor ketenagalistrikan. Kebijakan manajemen sisi permintaan pengguna akhir energi saat ini perlu untuk ditingkatkan dan diperbaiki,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, negara-negara di ASEAN diberkahi dengan sumber daya energi yang beragam dan berlimpah. Khususnya sumber daya energi terbarukan yang berjumlah lebih dari 17.000 Gigawatt (GW), yang sebagian besar berasal dari tenaga surya 15.602 GW dan angin 1.255 GW.
“Sedangkan cadangan gas sekitar 130 Trillion Cubic Feet (TCF) terutama berasal dari Indonesia 44 TCF, Malaysia 32 TCF, dan Vietnam 22,8 TCF. ASEAN dengan sumber daya energi bersih dan terbarukan yang sangat besar telah melakukan upaya terbaiknya dalam menerapkan transisi energi untuk mencapai Net Zero Emission pada pertengahan abad ini,” kata Arifin.
Lebih lanjut Arifin menjelaskan, adapun proses menuju NZE melalui transisi energi telah dilakukan Indonesia untuk menuju energi bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat dengan mengoptimalkan pemanfaatan energi terbarukan sebagai sumber energi.
“Untuk Indonesia, kami telah mengembangkan peta jalan transisi energi untuk mencapai Emisi Nol Bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat. Dalam peta jalan ini, kami bertujuan untuk mengembangkan 700 GW energi terbarukan dalam bauran energi, yang berasal dari tenaga surya, air, laut, panas bumi, dan nuklir,” katanya.
Untuk mendukung negara-negara ASEAN menuju NZE, Indonesia berencana akan membangun Super Grid untuk meningkatkan pengembangan energi terbarukan, sekaligus menjaga stabilitas dan keamanan sistem kelistrikan. Hal ini akan membuka peluang untuk terhubung dengan ASEAN Power Grid. (Boy)