JAKARTA (Suara Karya): Program SEMESTA kembali yang dikembangkan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek) menegaskan peran strategis sains dan teknologi sebagai penggerak solusi nyata bagi masyarakat.
Dalam acara bertajuk ‘Repertoar 2025: Refleksi dan Arah Pengembangan Sains dan Teknologi’, Kemdiktisaintek melaporkan capaian 137 inovasi, sekaligus menyiapkan peluncuran 100 karya terbaik yang dirangkum dalam sebuah buku, agar dapat diakses luas oleh masyarakat.
Direktur Jenderal Sains dan Teknologi (Dirjen Saintek), Ahmad Najib Burhani menyampaikan, capaian tersebut merupakan hasil kolaborasi strategis antara Kemdiktisaintek, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), dan Harian Kompas dalam mendorong riset berdampak bagi masyarakat.
Sebanyak 137 poster dan produk inovasi dari Program SEMESTA yang mencakup skema In Saintek, Tera Saintek, Resona Saintek, dan Berdikari dipamerkan dalam Repertoar 2025 sebagai wujud kedaulatan berpikir dan kemandirian inovasi bangsa.
Dirjen Najib mengungkapkan, 100 karya terbaik dari Program Berdikari akan dirangkum dalam sebuah buku yang segera diluncurkan. Buku tersebut diharapkan menjadi jembatan antara dunia akademik dan masyarakat luas.
“Seratus kisah yang tersaji dalam buku itu memperlihatkan sains dan teknologi tidak berdiri di luar masyarakat. Di situlah sains menemukan makna sosialnya, tak sekadar simbol kemajuan, tetapi juga motor penggerak yang memperkuat daya hidup, produktivitas, dan ketahanan masyarakat,” ucapnya.
Ia menekankan, inovasi yang dihasilkan dosen dan perguruan tinggi bukan semata pencapaian akademik, melainkan solusi konkret yang lahir dari kebutuhan lokal dan keterlibatan komunitas.
Sejumlah inovasi unggulan yang dipamerkan dalam Repertoar 2025 menunjukkan kuatnya pendekatan berbasis potensi lokal, antara lain
Ecopeat-ATMI, pemanfaatan sabut kelapa oleh Politeknik ATMI Surakarta sebagai solusi ramah lingkungan.
Selain itu ada Otomatisasi Circular Farming berbasis IoT untuk lahan kering di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dikembangkan Politeknik Negeri Kupang. Karya lainnya adalah Teknologi Jagung Sen Organik, yang mendorong kesejahteraan komunitas di Nifuboke oleh Politeknik Pertanian Negeri Kupang.
Ada pula riset terkait pengolahan limbah pasar menjadi pakan ayam oleh Universitas Papua, sebagai solusi ekonomi sirkular berbasis komunitas.
Dalam kesempatan yang sama, Ditjen Saintek juga memperkenalkan Suryakanta, sebuah inisiatif baru untuk mengukur dampak riset dan pengabdian perguruan tinggi secara lebih substantif.
“Melalui Suryakanta, kita ingin menggeser fokus kinerja perguruan tinggi. Tak lagi sekadar menghitung jumlah riset, tetapi mengukur seberapa besar manfaat riset bagi masyarakat luas,” kata Najib.
Pendekatan itu diharapkan mampu mendorong perguruan tinggi agar lebih berorientasi pada dampak sosial, ekonomi, dan budaya dari setiap inovasi yang dihasilkan.
Repertoar 2025 juga menghadirkan tokoh inovasi global dari Honey Bee Network India, Anil K. Gupta, yang berbagi pengalaman membangun ekosistem teknologi berbasis komunitas.
Kehadirannya memperkuat pesan bahwa inovasi tidak selalu lahir dari riset mahal dan laboratorium canggih, melainkan juga dari kearifan lokal dan partisipasi masyarakat.
Melalui Repertoar 2025, Kemdiktisaintek menegaskan, sains dan teknologi Indonesia bergerak menuju arah yang lebih inklusif, berdampak, dan berkelanjutan. (Tri Wahyuni)
