Suara Karya

Susi Hadiri Acara Sedekah Bumi dan Laut

JAKARTA (Suara Karya): Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti hadiri acara Sedekah Bumi dan Laut bersama nelayan di Desa Betahwalang, Demak, Jawa Tengah. Kepada Nelayan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Demak Susi berpesan agar terus menjaga kelestarian sumber daya perikanan, khususnya di wilayah Jawa Tengah.

Hadir pula dalam kesempatan tersebut Bupati Demak H.M. Natsir, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP M. Zulficar Mochtar, Kepala Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja, dan Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Agus Suherman.

Dalam sambutannya Susi mengatakan kerapkali diaa merasa enggan untuk berkunjung di daerah Pantura Jawa. Hal ini karena keprihatinannya dengan penggunaan alat tangkap cantrang yang merusak lingkungan, dan itu masih dilakukan nelayan wilayah Pantura Jawa.

“Apabila kita menangkap ikan dengan menggunakan alat yang merusak lingkungan, itu sama saja kita mengkufuri nikmat Allah,” kata Susi di hadapan ratusan nelayan yang hadir di acara itu pada Senin (29/7/2019).

Menurutnya, penggunaan alat tangkap cantrang membuat usaha penangkapan ikan semakin susah. Beberapa modifikasi alat tangkap cantrang seperti arad juga sama saja merusak lingkungan. “Saya menghimbau agar Bapak Bupati dan Kepala Desa mengganti jika ada yang masih menggunakan alat tangkap arad dengan alat tangkap ramah lingkungan seperti bubu,” pintanya.

Selanjutnya, Susi menjelaskan bahwa rajungan telah menjadi komoditas unggulan dan penghidupan utama masyarakat Desa Betahwalang. Untuk itu, dalam menjaga kelestariannya, pesan kedua Susi bagi masyarakat Betahwalang, agar rajungan betina yang sedang bertelur tidak ditangkap atau segera dilepaskan kembali ke laut saat tertangkap.

“Ibu memberikan gambaran, 1 (satu) ekor rajungan menghasilkan 1,3 juta telur. Apabila rajungan yang bertelur ini dibiarkan menetaskan telurnya, dengan asumsi 50%-nya mati saat menetas, kemudian 50 persen-nya lagi mati saat proses pembesaran, kemudian 50 persen mati lagi karena faktor alam, 50%-nya mati lagi karena hal-hal lain, atau anggap saja dari 1,3 juta telur tadi yang selamat menjadi rajungan 10 ribu saja, kemudian ditangkap setelah menunggu 3-4 bulan, maka dengan berat per ekor 2 ons, kita bisa menghasilkan 2.000 kg. Kalikan saja dengan harga Rp60ribu misalnya, maka hasilnya sudah seratus juta lebih,” ujarnya.

“Ini baru dari 1 ekor rajungan betina, bagaimana dengan rajungan-rajungan betina yang sedang bertelur yang kita tangkap selama ini. Tidak terbayang besarnya kerugian yang kita dapati selama ini. Oleh karena itu, ibu meminta dengan sangat agar masyarakat tidak lagi membuang-buang nikmat Allah ini. Jangan mengkufuri nikmat,” tambah Susi.

Pesan ketiga Susi, terkait dengan sampah. Ia meminta agar masyarakat untuk berhenti membuang sampah di laut. “Ibu tidak menginginkan bapak-bapak nelayan pergi melaut pulang membawa tangkapan sampah plastik, karena ikannya sudah tidak ada, yang ada hanya plastik,” ujarnya.

Dia menambahkan, hutan bakau/mangrove juga harus dijaga kelestariannya, kerena mangrove adalah tempat memijah bagi udang, ikan, rajungan, kepiting, dan lain-lain. “Kalau mangrovenya hilang, tidak ada lagi tempat buat ikan untuk bertelur. Untuk itu, pengembangan tambak juga harus terkontrol dan terukur agar tidak menghabisi hutan bakau. Selain itu, ibu juga menghimbau agar petambak tidak menggunakan zat-zat berbahaya seperti tiodan dan saponin yang menjadi ancaman bagi ikan-ikan kecil, dan rajungan yang ada di sekitar perairan tambak. Kalau rajungannya mati karena tambak, nanti nelayan di desa Betahwalang akan usaha apa?” tegas Susi.

Susi juga mengajak agar ibu-ibu nelayan untuk tidak menggunakan kantong kresek lagi. Masalah sampah plastik sudah menjadi masalah serius di dunia dan kita harus menjadi bagian dari solusi, bukan masalah. “Ibu mengajak ibu-ibu nelayan untuk menggunakan kantong/tas yang bisa dipakai berkali-kali. Bukan yang sekali pakai terus buang seperti kantong kresek,” ujarnya. (Rizal Cahyono)

Related posts