JAKARTA (Suara Karya): Industri hilir di Tanah Air saat ini melirik biomassa untuk menggantikan batubara dalam transisi energi bersih karena mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).
Chief Sustainability Officer APP Group Elim Sritaba menjelaskan, pihaknya menargetkan untuk mengurangi emisi karbon hingga 30 persen yang akan dicapai pada 2030 mendatang. Bahkan pada 2060 untuk Net Zero Emissions.
“Sesuai dengan dokumen Sustainability Roadmap Vision (SRV), kami melakukan sejumlah langkah untuk dekarbonisasi hingga 30 persen emisi karbon pada 2030,” kata Elim dalam diskusi panel bertajuk ‘Powering the Future with Renewable Energy Solutions’ pada konferensi perubahan iklim COP28 UNFCCC di Paviliun Indonesia, Dubai, Minggu (3/12/23).
Ditambahkan, sejumlah langkah itu antara lain melakukan efisiensi energi dan menghitung peluang jangka panjang dalam menggantikan batubara sebagai sumber energi di pabrik ke energi baru terbarukan (EBT) yang tepat sasaran seperti biomassa.
“Salah satu pabrik pulp dan kertas APP yaitu PT OKI Pulp berhasil memanfaatkan EBT hingga 99 persen dari kebutuhan energi. Caranya, memanfaatkan kulit kayu dan cairan ‘black liquor’ dari proses produksi pulp,” ujarnya.
Elim mengungkapkan, tantangan terbesar dalam transisi energi yang dilakukan APP adalah pabrik yang dibangun sebelum 1990, sehingga tidak bisa dialihkan ke biomassa dengan mudah karena alasan teknis.
“Dalam kondisi ini kami mengoptimalkan efisiensi energi,” katanya.
Selain di pabrik APP, lanjut Elim, pihaknya juga mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya untuk memasok kebutuhan listrik di kantor. Kapasitas terpasang PLTS saat ini sebesar 18 MW dan ditargetkan akan dinaikkan hingga 30 MW.
“Teknologi yang menunjang pemakaian EBT diharapkan bisa maju seperti pembangkit tenaga surya yang pada akhirnya biaya operasional menjadi lebih murah,” katanya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Indroyono Soesilo mengatakan, biomassa kayu sangat potensial untuk mendukung program transisi energi nasional.
“Kita memiliki spesies kayu energi seperti gamal dan kaliandra dengan kadar kalor lebih dari 4.500 untuk substitusi batubara,” katanya.
Indroyono menjelaskan, pengembangan biomassa kayu sebagai sumber energi bisa dilakukan dengan model bisnis multi usaha kehutanan di areal Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).
“Konsesi PBPH berbasis multiusaha kehutanan ini akan mendukung penyediaan biomassa kayu,” ujarnya.
Indroyono menambahkan, dalam waktu dekat akan diterbitkan Permen ESDM yang mengatur pemanfaatan biomass untuk campuran bahan bakar pada PLTU.
“Lewat Permen ESDM ini diharapkan diperoleh harga biomass yang menarik, sehingga bisa mendorong pembangunan hutan tanaman energi sebagai sumber bahan baku biomass yang berkelanjutan,” ucap Indroyono.
Ketua Steering Committee Green Economy Kaukus DPR yang juga anggota Dewan Energi Nasional Satya Widya Yudha mengapresiasi langkah industri yang melakukan transisi energi.
Ia mengingatkan, upaya dekarbonisasi dengan transisi energi untuk mencapai ‘net zero emission’ tidak bisa dilakukan satu pihak sendirian, tetapi harus melibatkan semua pihak, termasuk korporasi. (Tri Wahyuni)

