Suara Karya

Transformasi Digital BPJS Kesehatan Butuh Dukungan Ekosistem JKN!

JAKARTA (Suara Karya): Pengguna aplikasi Mobile JKN hingga saat ini baru berjumlah 24 juta orang atau 10 persen dari total peserta. Kendalanya bukan pada ketiadaan perangkat, tetapi minimnya literasi digital di masyarakat.

“Transformasi digital oleh BPJS Kesehatan tidak bisa dilakukan sendirian. Masyarakat juga harus dapat literasi digital, agar perubahan itu memberi hasil optimal,” kata Direktur Teknologi Informasi BPJS Kesehatan, Edwin Aristiawan di Ciputra Hospital Jakarta Barat, Kamis (2/3/23).

Hadir dalam kesempatan itu Direktur Ciputra Hospital, Ridwan Tjahjadi Lembong dan Kepala BPJS Kesehatan Jakarta Barat, Fitria Nurlaila Pulukadang.

Edwin menilai perlunya literasi digital bagi masyarakat, karena bertambahnya penggunaan bandwidth hingga 10 persen akan meningkatkan perekonomian sebesar 1,18 persen di masyarakat.

Hal itu terlihat pada pandemi covid-19, dimana muncul pekerjaan dan aktivitas baru berbasis digital. Belanja online sudah menjadi kebiasaan baru di masyarakat yang membuat perekonomian terus berputar.

“Mengubah budaya yang membuat lebih efisien dengan teknologi memang tidak mudah. Karena itu, sosialisasi Mobile JKN akan terus kita lakukan, sehingga peserta merasakan manfaatnya,” ucap Edwin.

Ia menargetkan ada pertambahan sekitar 6 juta pengguna Mobile JKN pada 2023. “Inginnya sih 100 persen peserta sudah mengakses Mobile JKN. Tetapi perubahan budaya kan tidak bisa dilakukan cepat,” ujarnya.

Edwin menyebut 6 tahapan transformasi digital yang telah dilakukan BPJS Kesehatan. Upaya tersebut butuh dukungan ekosistem JKN agar memberi hasil maksimal.

Disebutkan, transformasi dimulai saat peserta JKN mengambil antrean secara online melalui aplikasi Mobile JKN. Peserta diminta untuk datang pada jam sesuai nomor antrean. Hal itu guna mengurangi penumpukan peserta di rumah sakit.

“Kita ingin berobat seperti membeli makanan lewat drive thru. Datang ke faskes sesuai jam antrian, langsung ditangani dokter, ambil obat lalu pulang. Tak perlu menunggu lama. Kecuali pasien yang butuh waktu lama di rumah sakit seperti hemodialisa, fisioterapi atau penyakit lainnya,” ucap Edwin.

Ditambahkan, dokter memeriksa dan mengirimkan resep elektronik ke sistem apotek online, hingga akhirnya rumah sakit mengirimkan klaim digital ke BPJS Kesehatan. “Nantinya seluruh aktivitas tidak lagi menggunakan kertas atau paperless. Banyak uang yang bisa dihemat karena tidak lagi menggunakan kertas,” tuturnya.

Semua rangkaian proses tersebut sudah terintegrasi dalam satu platform yang dikelola BPJS Kesehatan bernama JKN Integrated Care Cloud System.

Menurut Edwin, transformasi digital yang dilakukan BPJS Kesehatan telah menyumbang kontribusi besar dalam revolusi tatanan layanan kesehatan di Indonesia. Pelayanan tanpa tatap muka melalui berbagai kanal digital, sistem antrean online, konsultasi dokter online pada Mobile JKN, serta simplifikasi proses rujukan untuk pasien hemofilia dan thalassemia mayor, terbukti semakin memudahkan peserta JKN dalam mengakses layanan kesehatan.

“Kami juga mengembangkan sistem untuk memperlancar segala kegiatan operasional di fasilitas kesehatan,” katanya.

Sistem itu dimulai dari pembuatan Health Facilities Information System (HFIS) untuk melihat data profil rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, V-Claim untuk mencatat dan menagihkan klaim rumah sakit.

Selain itu ada P-Care untuk mencatat tindakan pelayanan dan menagihkan klaim non kapitasi oleh FKTP, hingga Aplikasi Apotek Online untuk mencatat pemberian dan melakukan penagihan klaim obat pasien Program Rujuk Balik (PRB), kemoterapi, dan penyakit kronis. (Tri Wahyuni)

Related posts