JAKARTA (Suara Karya): Pemerintahan Presiden Prabowo menargetkan 0 persen kemiskinan ekstrim dan 8 persen pertumbuhan ekonomi. Kedua tujuan mulia itu tertuang dalam Prabowonimics yang mencakup 8 misi asta cita, 17 program prioritas, dan 8 program terbaik cepat.
Untuk itu, pendidikan vokasi memiliki peluang untuk menjadi katalisator untuk mewujudkan Prabowonomics.
Anggota kelompok tim kerja penyusun Prabowonomics yang juga Direktur Eksekutif Kadin Institute, Mulya Amri mengungkapkan, perlu sinergi yang baik antara dunia usaha dunia industri dan pendidikan, khususnya vokasi.
Pendidikan vokasi perlu diarahkan untuk mendukung pencapaian target ke sektor prioritas yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Pendidikan vokasi merupakan salah satu hal kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, maupun menurunkan kemiskinan ekstrim sampai 0 persen,” kata Mulya Amri dalam acara Forum Vocationomics, yang digelar Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI), Kemdikdasmen, belum lama ini.
Mulya menjelaskan, state of the nation yang menjadi acuan adalah mandat bangsa yang disampaikan dalam pembukaan UUD 1945. Dalam hal melindungi segenap bangsa Indonesia, key performance indicator (KPI) yang digunakan adalah meningkatkan angka harapan hidup.
Poin memajukan kesejahteraan umum adalah menurunkan jumlah penduduk miskin ekstrim mencapai 0 persen. Sementara mencerdaskan kehidupan bangsa dilakukan dengan mengurangi jumlah penduduk yang kurang gizi serta meningkatkan skor Pisa.
“Target itu cukup ambisius, tetapi bisa dicapai dengan kerja keras. Bahkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, sudah dibuat economic model, dan bisa tercapai di tahun ketiga,” ucapnya.
Peluang pendidikan vokasi dalam mendorong ekonomi sendiri, salah satunya berada pada penyiapan tenaga kerja yang memiliki skill relevan.
Untuk menunjang program hasil terbaik cepat, seperti makan bergizi gratis saja dibutuhkan setidaknya 54 orang per kecamatan yang terdiri atas kepala dapur, juru masah, juru cuci, transporter, nutrisionis, dan admin.
Belum lagi program renovasi sekolah yang mencapai 501.641 ruang kelas rusak membutuhkan tukang, mandor, dam arsitek dalam jumlah besar.
“Pendidikan vokasi bisa ikut berkontribusi dalam bentuk kemitraan strategis dengan dunia usaha dan dunia industri,” ujarnya.
Mulya menyebut, opsi trek pertumbuhan ekonomi 8 persen terbagi menjadi tiga. Trek pertama adalah aktivitas perusahaan global besar, trek kedua adalah aktivitas perusahaan Indonesia besar, dan trek ketiga adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Tenaga kerja akan mengikuti peluang ekonomi. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen harus mengikutsertakan kerja sama yang erat antar perusahaan multinasional, perusahaan besar Indonesia di trek 2, dan UMKM trek 3. Upaya itu butuh kolaborasi antara pemerintah dan swasta. Tidak bisa sendiri-sendiri,” ucap Mulya menegaskan.
Di sisi lain, pendidikan vokasi sudah menjalankan sinergi antara pendidikan dan ekonomi. Kegiatan Vocationomics menjadi salah satu forum kebijakan yang memberi ruang interaksi antar-pemangku kepentingan, pembangunan pendidikan tidak bisa lepas dari tren perkembangan ekonomi
Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri, Adi Nuryanto mengatakan, pendidikan vokasi mempersiapkan lulusan untuk langsung terjun ke industri dengan keterampilan yang relevan dan spesifik.
Pada kegiatan yang dihadiri oleh 800 lebih peserta itu, Adi mengajak mitra di sekolah vokasi dan industri untuk bersama-sama menciptakan ekosistem yang lebih inklusif, produktif, dan berkelanjutan.
Upaya itu penting untuk mengakselerasi modernisasi sektor ekonomi tradisional, mempercepat industrialisasi, dan mendorong terciptanya ekonomi berbasis pengetahuan.
“Dengan fokus pada pengembangan kemampuan teknis dan profesional, lulusan pendidikan vokasi dapat menjawab kebutuhan pasar tenaga kerja yang semakin kompleks, sekaligus mendorong mobilitas sosial dan ekonomi individu,” tutur Adi.
Vocationomics memberi ruang bagi pemangku kepentingan untuk terlibat memberikan gagasan bagaimana pendidikan vokasi dapat menjadi driver bagi pertumbuhan ekonomi.
Salah satu panelis diskusi publik, Dekan Sekolah Vokasi UGM, Agus Maryono menegaskan, vokasi sangat bersinggungan dengan program prioritas ataupun asta cita Presiden Prabowo Subianto.
Namun yang menjadi tantangan saat ini adalah jumlah peserta didik vokasi, khususnya mahasiswa masih sedikit.
“Kalau kita lihat statistiknya, jumlah mahasiswa vokasi itu hanya 8 persen dari semua jumlah mahasiswa Indonesia. Di UGM, dari seluruh jumlah mahasiswa yakni 70 ribu, mahasiswa vokasi hanya 8 ribu. Saya yakin kondisi itu terjadi di kampus dan Politeknik lainnya,” katanya.
Ia melihat dari sisi SMK memiliki peluang yang sangat baik. Alih-alih stigma di masyarakat bahwa lulusan SMK menyumbang pengangguran, nyatanya waktu tunggu kerja lulusan SMK dan vokasi jauh lebih singkat. Lulusan SMK hanya butuh waktu 0-2 bulan untuk bisa diterima kerja.
“Karena itu, vokasi on the right track dalam mengajari peserta didik menjadi paripurna. Mereka punya segalanya baik ilmu maupun skill, sehingga di lapangan ia akan dicari industri,” kata Agus menandaskan. (Tri Wahyuni)