JAKARTA (Suara Karya): Universitas Terbuka (UT) kembali menggelar acara pengukuhan guru besarnya. Kali ini dilakukan tiga sekaligus, yaitu Prof Dr Tri Dyah Prastiti MPd; Prof Dr Ucu Rahayu, MSc; dan Prof Dewi Anati Padmo Putri, MA, PhD.
Rektor UT, Prof Dr Ojat Darojat usai pengukuhan mengungkapkan, kunci keberhasilan kampusnya dalam mendorong para dosen meraih gelar tertinggi dalam bidang akademik itu.
“Alokasikan dana yang cukup bagi para dosen untuk melakukan riset dan mempublikasikannya di jurnal ilmiah terpercaya. Hal itu akan memudahkan dosen untuk mengajukan gelar profesornya ke Kemdikbudristek,” ujarnya.
Ditanya besaran dana riset di UT, Prof Ojat menyebut angka 15 persen dari total anggaran yang diterima UT dari pemerintah. “Jika UT dapat anggaran Rp1 triliun setajun, jadi bisa dihitung sendiri besarannya,” ucapnya.
Usaha memang tidak mengkhianati hasil. Dalam kurun 5 tahun saja, UT sudah memiliki 20 guru besar. Sedangkan target sebanyak 2,5 persen dari total jumlah dosen di UT sebanyak 668 orang.
“Profesor merupakan jabatan akademis tertinggi seorang dosen di perguruan tinggi. Semoga bertambahnya guru besar di UT akan meningkatkan kualitas pembelajaran di UT. Apalagi UT kini sudah menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH),” tuturnya.
Prof Ojat menambahkan, proses pengajuan guru besar hingga kini masih berlanjut. Tercatat ada 10 dosen yang saat ini sedang melengkapi syarat administrasinya. “Proses pengajuan guru besar sebenarnya tidak butuh waktu lama, asalkan semua syarat bisa dipenuhi,” ujarnya.
Hal itu dibenarkan Pof Dr Tri Dyah Prastiti, MPd. Guru besar dari Fakultas Keguruan dan 1lmu Pendidikan (FKIP) UT tersebut hanya butuh waktu 7 bulan, sejak awal mendaftar secara online hingga dapat surat keputusan guru besarnya dari Kemdikbudristek.
“Fakultas mengajukan nama saya pada Januari 2022 dengan melampirkan semua berkas-berkas yang dibutuhkan, lalu pada Juli 2022 surat keputusan keluar,” ujarnya.
Rekannya Prof Dr Ucu Rahayu MSc bahkan lebih pendek waktunya. Sejak berkas dimasukkan secara online pada Juni 2022, surat keputusannya sebagai guru besar keluar pada November 2022.
Sementara proses pengajuan oleh Prof Dewi Anati Padmo Putri, MA, PhD lebih lama. Karena ia salah dalam mengunggah hasil-hasil penelitian. Yang seharusnya diunggah satu per satu, ia langsung memasukkan dua sekaligus. Sehingga di akhir, ia kekurangan cum.
“Saya menunggu sampai 1,5 tahun untuk dapat gelar profesornya. Karena kurangan cum, jadi saya harus menunggu sedikit lebih lama,” ujar Prof Dewi.
Ia mengaku senang karena UT memberi banyak kesempatan untuk melakukan riset. Sehingga gelar profesor bisa diraihnya dengan cepat.
“Riset di UT itu juga ketat. Bukan asal meneliti, tetapi hasilnya harus tayang di jurnal ilmiah bergengsi. Jika tidak, kita tidak diikutsertakan dalam penelitian selama 1 tahun,” ujarnya.
Rektor UT Prof Ojat menambahkan, pihaknya sering mengundang pakar atau peneliti yang memiliki jurnal ilmiah terindeks scopus untuk berbagi pengalaman.
“Sehingga hasil penelitian para dosen baik perorangan maupun joint research bisa tembus jurnal ilmiah baik dalam maupun luar negeri,” kata Prof Ojat menandaskan.
Hadir dalam kesempatan itu Ketua
Senat UT Prof Dr Chanif Nurcholis, MSi dan Ketua Wali Amanat UT yang juga sebelumnya menjabat Sekjen Kemdikbudristek, Prof Ainun Naim PhD, MBA.
Orasi Ilmiah yang disampaikan Prof Dr Tri Dyah Prastiti, MPd dalam bidang ilmu Teknologi Pembelajaran berjudul “Higher Order Thinking Skills sebagai Luaran Model Pembelajaran Outcome-Based Education pada Pembelajaran Matematika”.
Sedangkan Prof Dr Ucu Rahayu MSc dalam bidang ilmu Pembelajaran IPA berjudul “Pembelajaran Sains untuk Meningkatkan Keterampilan Abad 21 melalui Pendidikan Jarak Jauh”.
Prof Dewi Artati Padmo Putri, MA PhD dalam bidang ilmu Pembaharuan dalam Pembelajaran berjudul “Akselerasi Proses Adopsi Inovasi Pembelajaran Online Menuju Transformasi Digital Global dalam Pendidikan Pasca Pandemi Covid-19”. (Tri Wahyuni)

