Suara Karya

Mendikdasmen: Sekolah Negeri Hanya Boleh Terima Murid Baru Sesuai Kuota

JAKARTA (Suara Karya): Dalam seleksi penerimaan murid baru (SMPB) tahun 2025 disebutkan, sekolah negeri hanya boleh menerima murid baru sesuai kuota yang ditetapkan.

“Kekacauan dalam SPMB terjadi ketika sekolah negeri menerima murid baru melebihi kuota,” kata
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti dalam taklimat media terkait SPMB 2025, di Jakarta, Senin (3/3/25).

Hadir dalam kesempatan yang sama, jajaran pejabat eselon 1 dan 2 di lingkup Kemdikdasmen, dan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Himmatul Aliyah.

Karena itu, lanjut Abdul Muti, pihaknya akan mengunci Data Pokok Pendidikan (Dapodik) satu bulan sebelum pengumuman SPMB. “Dibutuhkan peran aktif pemerintah daerah, agar pelaksanaan SPMB berlangsung tertib dan lancar,” ujarnya.

Ditambahkan, ketentuan lain seperti Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) dan Program Indonesia Pintar (PIP) juga harus mengacu pada Dapodik.

Peserta didik yang tidak tertampung di sekolah negeri akan difasilitasi Pemerintah Daerah untuk belajar di selolah swasta terakreditasi, sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

Mendikdasmen Abdul Mu’ti menjelaskan, kebijakan SPMB 2025 telah diputuskan dalam sidang kabinet Merah Putih, yang memiliki filosofi dari 4 pilar, yakni Pendidikan Bermutu untuk Semua, Inklusi Sosial, Integrasi Sosial, dan Kohesivitas Sosial.

“Kebijakan SPMB dibuat karena semua anak Indonesia berhak mendapat layanan pendidikan di sekolah negeri. Kami juga melibatkan sekolah swasta yang telah berkontribusi dalam memajukan pendidikan Indonesia,” katanya.

Sejalan dengan filosofi Pendidikan Bermutu untuk Semua, SPMB memastikan peserta didik dapat bersekolah di satuan pendidikan terdekat. Lebih dari itu, SPMB juga akan mengakomodir kelompok masyarakat kurang mampu dan berkebutuhan spesifik daerah.

“SPMB bukan hanya mencakup sistem penerimaan murid saja, tetapi juga mencakup pembinaan, evaluasi, kurasi prestasi, fleksibilitas daerah pelibatan sekolah swasta, dan integrasi teknologi,” tuturnya.

Untuk itu, Mendikdasmen meminta peran aktif dari 38 Pemerintah Provinsi dan 514 Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai pengampu dari 51 juta murid, 3,4 juta guru, dan 440 ribu satuan pendidikan dalam pelaksaan SPMB tahun ini.

“Suksesnya pelaksanaan SPMB memerlukan partisipasi semua pihak demi majunya pendidikan Indonesia,” kata Abdul Mu’ti menegaskan.

Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Kemdikdasmen, Gogot Suharwoto menjelaskan arah kebijakan baru
SPMB 2025.

Disebutkan 4 poin penting dalam penerimaan murid baru, yaitu berdasarkan domisili; prestasi yang meliputi akademik dan non akademik (seni, budaya, bahasa, olahraga dan kepemimpinan); afirmasi; dan mutasi.

“Terkait domisili, kebijakan mengakomodasi kebutuhan daerah seperti pendekatan wilayah administratif (rayonisasi) untuk daerah terpencil dan penyesuaian afirmasi,” kata Gogot.

Gogot memaparkan perubahan kuota jalur SPMB pada tiga jenjang pendidikan. Di sekolah dasar (SD), kuota domisili minimal 70 persen; afirmasi minimal 15 persen; prestasi tidak ada; dan mutasi maksimal 5 persen.

Di jenjang SMP, kuota domisili minimal 40 persen; afirmasi minimal 20 persen; prestasi minimal 25 persen; dan mutasi maksimal 5 persen.

Sementara jenjang SMA, untuk kuota domisili minimal 30 persen; afirmasi minimal 30 persen; prestasi minimal 30 persen; dan mutasi maksimal 5 persen.

Terkait domisili, Gogot menegaskan, kartu keluarga (KK) harus dikeluarkan satu tahun sebelum tanggal pendaftaran SPMB. Nama orangtua dalam KK tersebut harus sama dengan rapor atau akta kelahiran murid bersangkutan.

“Jika ada perubahan, bisa digunakan jika orangtua meninggal, bercerai atau kondisi lain yang ditetapkan pemda sebelum penerbitan KK terbaru,” tuturnya.

Jika tidak punya KK karena alasan musibah atau bencana, murid dapat melampirkan surat keterangan domisili diri dari pemerintah daerah. (Tri Wahyuni)

Related posts