JAKARTA (Suara Karya): Guna mendukung transisi energi Indonesia yang berkeadilan dan berkelanjutan, Pemerintah Indonesia dan Australia meluncurkan hibah untuk penelitian transisi energi kolaboratif.
Peluncuran dilakukan di kantor Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek), Jakarta, Rabu (12/3/25).
Wakil Menteri Pendidikan, Sains dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Fauzan yang hadir mewakili Menteri Brian Yuliarto menyambut baik inisiatif kolaborasi antara Kemdiktisaintek, Platform Kemitraan Pengetahuan Australia-Indonesia (KONEKSI), Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“Program ini sejalan dengan misi Kemdiktisaintek, yakni transformasi pendidikan tinggi. Harapannya, pendidikan tinggi menjadi problem solver atas persoalan yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Wamen Fauzan juga menambahkan, program tersebut merupakan salah satu bentuk perwujudan dalam mendukung Asta Cita, yakni memperkuat peran perguruan tinggi.
Direktur Fasilitasi Riset LPDP, Ayom Widipaminto memastikan LPDP sebagai pihak penyedia dana dari Indonesia akan menjaga tata kelola dan mitigasi risiko untuk program itu, agar hal yang sudah dibangun bersama menjadi sesuatu yang benar-benar berdampak.
“LPDP berkomitmen untuk bisa menjadi katalis atau enabler untuk penguatan ekosistem riset dan inovasi di Indonesia, khususnya di bidang transisi energi,” kata Ayom.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan (Dirjen Risbang), Fauzan Adziman memaparkan, sistem pendanaan program hibah penelitian ini.
“Sistemnya co-funding, Indonesia menginvestasikan Rp20 miliar dan Australia dengan jumlah yang sama. Kami danai dari hulu ke hilir, sejak penelitian awal hingga implementasi ke sistem, termasuk rekomendasi kebijakan,” ucapnya.
Kuasa Usaha Australia untuk Indonesia, Gita Kamath menyatakan, setelah 75 tahun bermitra, Pemerintah Australia dan Indonesia berkontribusi hibah bersama untuk pertama kalinya. Kerja sama ini mendorong kolaborasi perorangan maupun di tingkat institusi.
“Lewat skema joint call ini, pemerintah Australia dan Indonesia berkomitmen untuk mendorong riset-riset yang berfokus pada pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Kita pastikan tidak ada seorang pun yang tertinggal,” kata Gita menegaskan.
Panggilan bersama untuk proposal penelitian kolaboratif ini diharapkan dapat membuka peluang baru untuk para peneliti Indonesia berkolaborasi dan mengakses sumber daya lebih maksimal.
Kolaborasi riset akan berfokus pada teknologi dan mendorong partisipasi kampus di Indonesia untuk menjadi bagian dari riset konsorsium, khususnya di Indonesia Timur.
Hal itu sekaligus memastikan pengembangan energi transisi yang berkelanjutan akan menyasar daerah yang membutuhkan.
Program ini juga dilakukan sebagai bagian dari akselerasi pembangunan di Indonesia.
“Inilah bukti nyata bahwa kolaborasi sangat diperlukan. Tanpa kolaborasi, kita tidak akan mencapai satu titik yang kita harapkan,” kata Wamen Fauzan menambahkan.
Hadir dalam acara yang sama, Sekretaris Jenderal Kemdiktisaintek, Togar Mangihut Simatupang; Direktur Hilirisasi dan Kemitraan, Yos Sunitiyoso; Direktur Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, I Ketut Adnyana; Minister-Counsellor for Economic, Infrastructure and Investment Kedutaan Besar Australia, Tim Stapleton; serta Counsellor for Development Effectiveness and Humanitarian Kedutaan Besar Australia, Simon Flores. (Tri Wahyuni)