JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) tengah menyiapkan langkah besar dalam peningkatan kompetensi guru sekolah dasar (SD) jelang penerapan wajib ajar Bahasa Inggris, pada 2027.
“Ada sekitar 90 ribu guru SD akan diberikan pelatihan intensif agar siap mengajar Bahasa Inggris di kelas 3 SD,” kata Mendikdasmen Abdul Mu’ti dalam taklimat media bertajuk ‘Gerak Cepat Pendidikan Bermutu Untuk Semu’ di Jakarta, Rabu (22/10/25).
Hadir dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian dan segenap jajaran pejabat di lingkungan Kemdikdasmen.
Abdul Muti menjelaskan, pelatihan tersebut menjadi bagian dari strategi nasional untuk meningkatkan literasi bahasa asing sejak dini, sekaligus mengejar ketertinggalan Indonesia dibanding negara lain yang lebih dulu menerapkan pembelajaran Bahasa Inggris sejak SD.
“Dari 150 ribu guru SD di Indonesia, masih ada sekitar 90.447 guru SD yang belum memiliki kompetensi dalam Bahasa Inggris. Karena itu, pelatihan akan diberikan kepada 90 ribu guru selama kurun 2026, sebelum kewajiban diterapkan pada 2027,” ujarnya.
Mendikdasmen meminta guru SD untuk tidak cemas terkait kewajiban tersebut, karena bahasa Inggris yang diajarkan menekankan pada komunikasi, bukan menyusun kalimat yang rumit sesuai grammar.
“Anak diajarkan berkomunikasi dalam bahasa Inggris secara sederhana. Bukan membuat kalimat yang rumit dengan grammar,” ucap Abdul Mu’ti menegaskan.
Hal senada disampaikan Dirjen Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru (GTKPG) Nunuk Suryani. Katanya, pelatihan akan dilaksanakan secara offline (tatap muka) selama 132 jam, mencakup 126 jam materi utama dan 6 jam penunjang.
“Pelatihan akan difokuskan pada guru kelas 3 SD yang belum memenuhi standar kompetensi B1 dalam kemampuan Bahasa Inggris,” ujar Nunuk
Ditambahkan, guru akan mengikuti pelatihan harus melalui assessment awal untuk menentukan tingkat kemampuannya. Mereka yang sudah berada di atas level B2 tidak diwajibkan ikut pelatihan.
“Sebanyak 80 persen guru SD saat ini masih di bawah level kemampuan yang disyaratkan. Karena itu, pelatihan penting agar mereka bisa mengajar dengan percaya diri dan sesuai dengan capaian pembelajaran,” ucapnya.
Untuk memastikan kualitas pelatihan, Kemdikdasmen bekerja sama dengan British Council, EF Swedia dan Relawan Penggerak Transformasi Kompetensi (RPTK) di berbagai daerah.
“Modul pelatihan disusun dengan konteks Indonesia, agar lebih relevan dengan kebutuhan lokal dan karakter peserta didik SD,” kata Nunuk.
Pelatihan akan dilakukan bertahap selama tiga semester, dimana masing-masing melibatkan 30 ribu guru. Lembaga pelaksana meliputi perguruan tinggi negeri dan swasta yang memiliki program studi Bahasa Inggris, serta unit pelatihan GTK.
Meski ada tambahan kompetensi yang harus dikuasai, Nunuk menegaskan, pemerintah memastikan tidak akan ada beban tambahan di luar tugas guru kelas.
“Guru kelas SD memang mengajar di semua mata pelajaran, jadi pembelajaran Bahasa Inggris nanti tetap menjadi bagian dari tugas guru kelas, bukan tambahan beban kerja,” tegasnya. (Tri Wahyuni)