Suara Karya

Greenfaith dan MOSAIC Ajak Masyarakat ikut ‘Puasa’ Energi di Bulan Ramadan

JAKARTA (Suara Karya): Puasa di bulan Ramadan dijadikan momentum bagi Greenfaith dan Mosaic untuk bersama memulai ‘puasa’ energi. Caranya, matikan lampu, air conditioner (AC) dan produk elektronik lainnya saat tidak digunakan.

“Gunakan energi secara bijak. Segera matikan semua produk elektronik saat tidak digunakan lagi,” kata Koordinator National Greenfaith Indonesia, Hening Parlan dalam diskusi bertajuk ‘Cahaya Ramadan: Menjalani Ibadah Energi dengan Energi Berkelanjutan’ di Jakarta, Rabu (19/2/25).

Narasumber lain dalam diskusi, yaitu Pokja Bimbingan Teknis Konservasi Energi, Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM, Eko Sudarmawan; dan pengurus Majelis Tarjih dan Tajdid, PP Muhammadiyah, Qaem Aulassyahied.

Kegiatan juga didukung Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, MOSAIC, Suara Muhammadiyah, dan 1000 Cahaya.

Hening menambahkan, puasa energi tak hanya perlu dilakukan umat muslim, tapi juga umat dari agama-agama lainnya di Indonesia. Sehingga kebiasaan tersebut akan menginternalisasi dalam kehidupan sehari-hari.

“Lewat kegiatan ini, kami ingin meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya energi bersih dalam perspektif Islam, serta mendorong praktik ibadah Ramadan yang lebih ramah lingkungan,” kata Hening menandaskan.

Hal senada dikemukakan Eko Sudarmawan dari Pokja Bimbingan Teknis Konservasi Energi dari Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM. Berbagai program telah diluncurkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penghematan energi.

“Di salah satu area di Jakarta, kami berhasil mendorong pengurangan tagihan listrik rumaj tangga hingga 75 persen dalam waktu 3 bulan saja, melalui langkah sederhana yang dapat diterapkan sehari-hari,” tuturnya.

Eko menyebut, rata-rata penggunaan AC di rumah tangga, menyumbang 50-60 persen konsumsi listrik. Padahal, penataan cahaya yang lebih banyak memanfaatkan cahaya matahari di siang hari, masyarakat dapat mengurangi tagihan listrik hingga 15 persen.

“Penggunaan lampu LED juga direkomendasikan sebagai alternatif yang lebih hemat energi,” kata Eko.

Untuk itu, lanjut Eko, Ditjen EBTKE telah menerbitkan booklet yang berisi tips hemat energi pada rumah tangga. Diharapkan, booklet tersebut mendorong terjadinya efisiensi energi, baik di rumah tangga, perkantoran dan tempat-tempat umum.

Dalam booklet ada pilihan produk yang hemat energi, beragam tips untuk hemat energi, menghitung biaya penggunaan mobil listrik, dan teknologi energi surya atap untuk konsumsi energi harian.

Dalam kesempatan yang sama, diperkenalkan pula buku berjudul ‘Fikih Transisi Energi Berkeadilan’ oleh salah satu penulisnya, Qaem Aulassyahied. Buku tersebut telah melalui proses penulisan inklusif dari tahap diskusi hingga penulisan, termasuk melibatkan masyarakat yang terdampak.

Diharapkan, buku tersebut dapat menjadi landasan kerja bersama umat Islam dalam mendukung ambisi transisi energi Indonesia. Karena ada disparitas ekonomi dalam energi, sehingga pemanfaatan sumber daya menjadi tidak seimbang.

Menurut Qaem, salah satu persoalan penting yang harus dilakukan saat ini adalah kepemilikan dan bagaimana kita mengatur penggunaannya untuk kesejahteraan bersama.

“Keserakahan dan kejahatan struktural dapat merusak sistem perekonomian, termasuk energi. Maka wujud konservasi energi yang bisa kita lakukan adalah melakukan penghematan energi dan mengupayakan pencarian energi alternatif,” ucapnya.

Qaem juga membahas berbagai upaya dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pemanfaatan energi yang lebih bijak di tingkat rumah tangga melalui praktik penghematan energi sehari-hari. Termasuk pihak pemerintah.

Harapan serupa disampaikan Aldy Permana dari Muslims for Shared Action on Climate Impact (MOSAIC) Indonesia. Ia berharap buku fikih transisi energi berkeadilan dapat menginspirasi umat Islam untuk menjadikan energi terbarukan sebagai bagian dari keseharian.

MOSAIC mengenalkan sedekah energi berupa pembangunan solar panel tenaga surya di dua masjid di Yogyakarta dan Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Tahun ini, sedekah energi untuk 4 masjid.

“Konsep sedekah energi ini diharapkan dapat menjadi contoh dan berkembang di masyarakat. Sehingga makin banyak masjid atau tempat ibadah memiliki energi sendiri. Sehingga tidak lagi gelap saat malam hari,” katanya.

Selain itu, lanjut Aldy, pihaknya juga memberi pelatihan kepada para pengelola masjid terkait perawatan alat agar teknologi tersebut tidak rusak. Sehingga energi mengalir lama.

“Semoga program percontohan ini direplika oleh masyarakat. Sehingga makin banyak tempat ibadah kita tidak gelap karena tidak mendapat akses terhadap listrik,” ucapnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah dan Direktur Eksekutif Muhammadiyah Climate Center, Agus S Djamil dalam pidato sambutannya menyatakan, pentingnya kemandirian energi.

“Saya merasa bahagia, karena transisi energi kini menjadi isu yang diperbincangkan tak hanya di lingkup akademik, tetapi juga dalam konteks agama. Kita perlu segera mewujudkan kemandirian energi, agar kita tak lagi bergantung pada impor,” tegasnya.

Agus menyayangkan hal itu, mengingat Indonesia dianugerahi Tuhan dengan kekayaan energi, mulai air, bumi, laut, matahari hingga angin.

Beberapa contoh disebutkan, antara lain pemanfaatan sungai untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), serta potensi panas bumi dan energi laut.

“Sumber energi berkelanjutan juga harus mempertimbangkan biaya Levelized Cost of Electricity (LCOE) yang rendah dan pengembalian investasi energi yang optimal,” ucapnya. (Tri Wahyuni)

Related posts