JAKARTA (Suara Karya): Ikatan Keluarga Alumni Institut Teknologi Tekstil – Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (IKA ITT-STTT) Bandung menabuh genderang perubahan besar bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. Ketua Umum IKA ITT-STTT, Riady Madyadinata, menegaskan bahwa industri padat karya ini tengah berada di titik kritis dan butuh “jalan penyelamatan” yang konkret, bukan sekadar wacana.
“IKA ITT-STTT mengajukan serangkaian usulan kebijakan jangka pendek, menengah, hingga panjang. Targetnya jelas: membangkitkan kembali kejayaan tekstil Indonesia sekaligus menyelamatkan jutaan tenaga kerja dari ancaman PHK massal,” ujar Riady di Jakarta, Minggu (28/9/2025).
Lebih lanjut Riady mengungkapkan, pada fase pertama (2025), IKA ITT-STTT menyoroti masalah impor ilegal yang merusak harga pasar domestik. Mereka mendesak dibentuknya Satgas Percepatan Tata Kelola Tekstil untuk menertibkan praktik KKN di sektor ini.
Ia juga mengusulkan pembentukan BUMN khusus atau joint venture “BULOG Kapas” guna menjamin pasokan bahan baku serat dan kapas secara efisien. “Tanpa bahan baku yang terjamin, mustahil industri tekstil kita bisa bersaing,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Pengurus Pimpinan Wilayah IKA ITT-STTT Jateng–DIY, Ferly Norman menyatakan langkah pengendalian impor juga dipatok ketat, mulai dari pre-shipment inspection, pembatasan pelabuhan masuk, hingga pelarangan impor TPT oleh importir umum. Perusahaan penerima kuota impor pun diwajibkan transparan melaporkan realisasi impor, pemakaian, hingga distribusi barang jadi.
Selain itu, ia menuntut penerapan trade remedies seperti antidumping serta kewajiban SNI untuk kain. Permintaan dalam negeri juga didorong lewat kebijakan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) pada belanja pemerintah dan BUMN, termasuk untuk seragam haji dan umroh.
Memasuki periode restrukturisasi kata Ferly, IKA ITT-STTT mengusulkan pembentukan Komite Kebijakan Industri TPT yang langsung diketuai Presiden, dengan Menteri Perindustrian sebagai ketua harian. Komite ini akan menyusun roadmap industri TPT 2025–2045 bersama seluruh pemangku kepentingan.
Pemerintah juga didorong memberi paket insentif bagi perusahaan yang serius melakukan ekspansi dan menyerap tenaga kerja. Insentif yang diusulkan antara lain:
• Program peremajaan mesin TPT senilai Rp 5 triliun hingga 2029.
• Insentif tarif listrik khusus industri tekstil.
• Dukungan untuk penerapan industri hijau, R&D, perintisan merek, sertifikasi, hingga pelatihan tenaga kerja.
“Kami minta pemerintah mengakui tekstil sebagai sektor strategis. Tanpa insentif, industri kita akan terus kalah dari Vietnam, Bangladesh, bahkan Kamboja,” ujarnya.
Lebih lanjut Riyadi mengungkapkan, untuk jangka panjang, IKA ITT-STTT mendorong optimalisasi lewat pembentukan Komite Nasional Organisasi Tekstil, sebuah wadah besar yang menghimpun asosiasi manufaktur dan jasa di sepanjang rantai pasok TPT. Orientasinya: service, collaboration, innovation.
Di bidang pendidikan, alumni menuntut adanya roadmap pendidikan tekstil nasional 2025–2045, termasuk revitalisasi sekolah menengah dan perguruan tinggi tekstil. Perusahaan juga diminta mengalokasikan 0,5% pendapatan tahunan untuk riset, pelatihan, dan magang.
Usulan lain mencakup penetapan upah khusus bagi industri padat karya, pembentukan marketplace B2B dan portal rekrutmen tenaga kerja khusus TPT, hingga peningkatan status Direktorat Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) menjadi direktorat jenderal langsung di bawah Menteri.
“Kalau seluruh usulan ini dijalankan, Indonesia tidak hanya bertahan. Kita bisa kembali menjadi salah satu raksasa tekstil dunia,” ujarnya. (Boy)