JAKARTA (Suara Karya): Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), peta pengawasan investasi digital di Indonesia berubah drastis. Kewenangan yang sebelumnya terpusat di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) kini terbagi ke sejumlah otoritas: Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan BAPPEBTI, masing-masing memegang mandat sesuai karakter produk keuangan yang diawasi.
Namun, di tengah semangat reformasi regulasi tersebut, industri menghadapi ancaman baru: kekosongan hukum. Hingga pertengahan 2025, banyak peraturan turunan yang belum rampung disusun oleh para regulator. Kekosongan ini membuka celah rawan dalam transaksi aset digital seperti kripto, forex, indeks saham, hingga saham tunggal asing (single stock).
Adam Daniel, pakar hukum keuangan digital yang telah berkecimpung selama lebih dari 16 tahun, menyebutkan bahwa ketidakpastian hukum dapat dimanfaatkan oleh oknum pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.
“Ada kasus-kasus di mana nasabah sulit menarik dana mereka, bahkan hingga berbulan-bulan. Situasi ini sangat merugikan dan bisa menggerus kepercayaan masyarakat terhadap sistem investasi kita,” ujar Adam, di Jakarta, Kamis (5/6/2025) malam.
Menurutnya, walaupun pertumbuhan industri menunjukkan tren positif, risiko sistemik bisa meningkat bila tidak diimbangi regulasi yang solid. Data dari BAPPEBTI mencatat nilai transaksi perdagangan berjangka komoditas mencapai lebih dari Rp33 triliun sepanjang 2024, tumbuh hampir 30 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu, OJK melaporkan nilai transaksi aset kripto nasional menembus Rp650 triliun hingga akhir 2024, dengan volume harian mencapai Rp2 triliun.
Indonesia kini juga menempati posisi ketiga dalam Global Crypto Adoption Index 2024, dengan lebih dari 22 juta akun kripto aktif di berbagai platform dalam negeri—membuktikan antusiasme tinggi masyarakat terhadap instrumen investasi baru.
Namun, Adam mengingatkan agar lonjakan ini tidak membuat pemerintah terlena. “Regulasi tidak boleh tertinggal dari inovasi. Proses harmonisasi dan penyusunan aturan turunan UU P2SK harus dipercepat. Ini menyangkut kredibilitas sistem dan perlindungan investor,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa kepastian hukum adalah fondasi dari ekosistem investasi yang sehat. Tanpa kerangka hukum yang kokoh, ruang bagi penipuan, manipulasi, dan disinformasi semakin terbuka lebar.
“Inovasi dalam sektor keuangan digital memang tidak bisa dibendung, dan itu baik. Tapi inovasi juga harus berjalan dalam koridor yang tertib dan akuntabel. Regulasi yang kuat adalah tameng terbaik untuk menjaga keberlanjutan industri ini,” kata Adam. (Boy)