JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) meminta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menerapkan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang berkeadilan.
“Prinsip pelaksanaan PPDB adalah tanpa diskriminasi, kecuali sekolah yang dirancang khusus untuk peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu,” kata Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar dan Menengah (PNM), Kemdikbudristek, Iwan Syahril.
Pernyataan itu disampaikan Iwan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR RI terkait pelaksanaan PPDB Tahun Ajaran 2023/2024, di Ruang Sidang Komisi X DPR RI, Gedung Nusantara, Jakarta, Rabu (12/7/23).
Iwan menyebut dasar hukum pelaksanaan PPDB tahun ajaran 2023/2024 yaitu Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikburistek) Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA dan SMK; serta peraturan Pemda yang mengacu Permendikbudristek tersebut.
Ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam penerapan PPDB, yaitu memberi kesempatan yang adil bagi seluruh peserta didik untuk mendapat layanan pendidikan berkualitas dari pemerintah yang dekat dengan domisilinya.
Kedua, mengurangi diskriminasi dan ketidakadilan atas akses dan layanan pendidikan untuk peserta didik dari keluarga ekonomi tidak mampu dan penyandang disabilitas.
Ketiga, mencari anak putus sekolah agar kembali ke sekolah guna terwujudnya wajib belajar 12 tahun. Keempat, mengoptimalkan keterlibatan dan partisipasi orangtua dan masyarakat dalam proses pembelajaran.
“Pelaksanaan PPDB yang semakin berkualitas, menjadi salah satu indikator dalam mewujudkan pemerataan akses pendidikan bagi seluruh peserta didik,” ucap Iwan menegaskan.
Disebutkan 4 jalur pendaftaran PPDB tahun ajaran 2023/2024 untuk jenjang SD, SMP, dan SMA, yaitu zonasi (untuk SD paling sedikit 70 persen, SMP paling sedikit 50 persen, SMA paling sedikit 50 persen).
Jalur kedua adalah afirmasi (paling sedikit 15 persen), perpindahan orangtua/wali (paling banyak 5 persen) dan prestasi (jika persentase kuota masih tersisa). “Jadi jalur zonasi bukanlah satu-satunya jalur seleksi yang dibuka pada PPDB,” ucap Iwan.
Ia menilai, 4 jalur itu sudah memenuhi rasa keadilan bagi peserta didik untuk mendapat pendidikan yang berkualitas, dengan tidak menjadikan keterbatasan ekonomi maupun kondisi disabilitas sebagai penghalang.
Iwan kembali menjelaskan, Pemda memiliki kewenangan dalam PPDB dengan menentukan formula terbaik sesuai kondisi wilayahnya. Pemda menetapkan kebijakan pada setiap jenjang melalui proses musyawarah atau kelompok kerja kepala sekolah (KKKS/MKKS).
Musyawarah itu harus memperhatikan sebaran sekolah; data sebaran domisili calon perserta didik; kapasitas daya tampung sekolah yang disesuaikan dengan ketersediaan jumlah anak usia sekolah pada setiap jenjang di daerah tersebut.
“Kemdikbudristek mendukung Pemda dan Pemkot untuk melakukan koordinasi, audit dan evaluasi terhadap pelaksanaan teknis PPDB demi perbaikan pelaksanaan PPDB di daerahnya masing-masing,” katanya.
Menyikapi sekolah di wilayah perbatasan, maka Pemda wajib melibatkan pihak-pihak terkait di wilayah perbatasan, sehingga tercipta kesepakatan secara tertulis antarpemda baik di wilayah provinsi/kabupaten/kota.
Pemda wajib melaporkan ke Menteri melalui unit pelaksana teknis (UPT) Kemdikbudristek terkait penetapan zonasi paling lama 1 bulan sejak ditetapkan. Pelaksanaan PPDB paling lambat 3 bulan setelah penetapan.
Terkait jalur zonasi, meski masih ditemukan beberapa kendala, Kemdibudristek berhasil memotret beberapa praktik baik yang dilakukan Pemerintah Daerah. Misalkan, Kabupaten Donggala yang melakukan sinkronisasi data siswa sekolah asal dari Dapodik dengan data dari Dinas Dukcapil.
Di Kabupaten Pasuruan, menetapkan zonasi secara detail untuk memastikan seluruh wilayah masuk dalam penetapan zonasi. Sedangkan Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Kota Bogor membangun unit sekolah baru untuk menambah daya tampung sekolah.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kemdikbudristek, Chatarina Muliana Girsang menambahkan, pihaknya secara berkala memantau penyelenggaraan PPDB. Hasil evaluasi menemukan fakta lemahnya sosialisasi dan pengawasan di tingkat daerah.
Karena itu, Chatarina mengimbau dinas pendidikan untuk melakukan sosialisasi dan pengawasan secara masif yang memastikan prinsip pelaksanaan PPDB berjalan dengan baik.
“Kami minta sebelum PPDB tingkat SMP, pihak SD harus memberi sosialisasi ke orangtua murid kelas 6. Sehingga orangtua dapat pencerahan tentang PPDB,” ujarnya.
Ditambahkan, Kemdikbudristek telah mengeluarkan 4 produk hukum terkait PPDB untuk mengatasi berbagai masalah di daerah untuk semua jenjang pendidikan, yaitu Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017; Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018; Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019; serta Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021.
Sekretaris Jenderal (Sesjen) Kemdikbudristek, Suharti mengapresiasi Pemda yang telah mengupayakan proses PPDB yang berkeadilan. Merujuk pengalamannya, Suharti sendiri ikut mengawal kebijakan dan pengawasan PPDB di wilayah DKI Jakarta beberapa tahun lalu.
“Persentase pada setiap jalur bisa disesuaikan. Bahkan Pemda diberi keleluasaan untuk menentukan batas zonasi,” kata Suharti.
Ia mencontohkan, Pemda Jakarta yang tidak menggunakan jarak fisik namun berdasarkan wilayah administratif yakni dibuat zonasi level/ring1 berdasarkan RT/RW yang terdekat dengan sekolah. Untuk jalur prestasi diatur sampai maksimal 23 persen.
Beberapa hal yang disepakati dalam RDP dan akan ditindaklanjuti Kemdikbudristek adalah mengevaluasi regulasi untuk mengatasi kecurangan administrasi.
Selain menjalin komunikasi efektif dengan komunitas di berbagai daerah, guna memaksimalkan sosialisasi kebijakan, mengoptimalkan pemanfaatan Rapor Pendidikan dalam menyusun rencana kebijakan di daerah.
Dan yang tak kalah penting adalah pengawasan yang lebih ketat untuk mengatasi permasalahan di lapangan, serta membentuk satgas di tingkat Pemda. (Tri Wahyuni)