JAKARTA (Suara Karya): Direktorat Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi (Minat Saintek), Ditjen Saintek, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek) meluncurkan Program Ekosistem Hidup Berbasis Sains dan Teknologi (Bestari Saintek) di Kantor Kemdiktisaintek Jakarta, Senin (13/10/25).
Program yang didukung Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) itu dikembangkan bersama perguruan tinggi, pemerintah daerah, dunia usaha dan dunia industri, serta masyarakat.
“Kami ingin memastikan, setiap hasil riset tidak berhenti di jurnal, tetapi hadir dalam bentuk inovasi yang memberi nilai tambah ekonomi bagi masyarakat,” kata Mendiktisaintek, Brian Yuliarto dalam sambutan pembukanya.
Bestari Saintek merupakan inisiatif dari payung besar Program ‘Sinergi Kreasi Masyarakat dan Akademisi untuk Sains Teknologi Nusantara (Semesta)’ yang dibangun di atas 5 pilar utama, yaitu kolaborasi multipihak, berbasis masalah nyata, co-creation, literasi berkelanjutan, dan dampak ekonomi yang terukur.
Program tersebut, menurut Brian, menjadi penting karena Indonesia saat ini menghadapi paradoks inovasi. Produktivitas riset nasional dan posisi Indonesia pada Global Innovation Index terus meningkat, namun dampak nyata hasil riset di masyarakat masih terbatas.
Di sisi lain, tingkat kepercayaan publik terhadap ilmuwan Indonesia justru sangat tinggi. Skor 3,84 dari 5 versi Nature Human Behaviour (2025) telah melampaui rata-rata global.
“Tingginya kepercayaan ini menjadi modal untuk memperkuat hubungan sains dan masyarakat. Dan Bestari Saintek hadir untuk menjembatani kepercayaan menjadi kolaborasi nyata,” tuturnya.
Kehadiran pimpinan perguruan tinggi, pelaku industri, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta masyarakat dalam peluncuran dan sosialisasi Bestari Saintek menjadi tonggak penting bagi transformasi paradigma riset di Indonesia.
Seperti dikemukakan Direktur Jenderal Sains dan Teknologi (Dirjen Saintek), Ahmad Najib Burhani, konsep living lab atau laboratorium hidup menempatkan setiap pihak sejajar dalam pengembangan solusi inovatif yang relevan secara akademik, layak secara bisnis, dan diterima oleh masyarakat.
“Pendekatan ini menempatkan masyarakat bukan sekadar penerima manfaat, tetapi mitra aktif dalam setiap tahapan penciptaan dan penerapan teknologi,” ujarnya.
Ditambahkan, kunci keberhasilan Program Bestari Saintek sangat bergantung pada kolaborasi semua pihak. Perguruan tinggi sebagai motor penggerak pengetahuan, industri sebagai penguat rantai pasok dan pasar, pemerintah daerah sebagai pendukung kebijakan lokal, serta masyarakat sebagai sumber inspirasi dan pengguna manfaat.
“Inovasi yang dihasilkan diharapkan tepat guna dan berdampak langsung. Hal itu bisa dilihat dari mutu produk lokal hingga efisiensi rantai pasok dan perluasan akses pasar,” kata Najib.
Sejalan dengan semangat yang diusung Ditjen Saintek, Direktur Fasilitasi Riset LPDP, Ayom Widipaminto mengatakan, pihaknya mengalokasikan Rp57,5 miliar untuk pendanaan Program Bestari Saintek.
“Lewat pendanaan ini diharapkan Bestari Saintek bisa menjadi penggerak kolaborasi dan inovasi di berbagai bidang sains dan teknologi,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Minat Saintek, Ditjen Saintek, Kemdiktisaintek, Yudi Darma mengatakan, Bestari Saintek menjadi langkah konkret dalam menjalankan mandat untuk membawa hasil riset keluar dari laboratorium dan memberi solusi nyata di masyarakat.
“Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bergandeng tangan menjadikan Bestari Saintek sebagai ruang kolaborasi,” ujar Yudi Darma.
Ruang tersebut diharapkan muncul ide-ide cemerlang lintas disiplin, yang bermuara pada satu tujuan besar mewujudkan ekosistem sains dan teknologi yang hidup, inklusif, dan mensejahterakan bangsa.
“Dengan semangat kolaborasi lintas sektor, Kemdiktisaintek bertekad menjadikan Bestari Saintek sebagai fondasi bagi terbentuknya ekosistem sains dan teknologi yang hidup, inklusif, dan berdampak,” kata Yudi Darma menandaskan. (Tri Wahyuni)