Suara Karya

Masuk Nominasi Oscar 2025, LSF Promosikan Film ‘Women from Rote Island’

JAKARTA (Suara Karya): Lembaga Sensor Film (LSF) menginisiasi agenda nonton bareng (nobar) sebagai bentuk dukungan dan apresiasi terhadap film Women from Rote Island yang tengah berkompetisi untuk masuk dalam nominasi Piala Oscar 2025.

Kegiatan itu sekaligus menjadi bagian dari upaya mempromosikan film tersebut kepada publik sebagai karya nasional yang mewakili Indonesia di ajang internasional.

“Kita patut bangga karena film ini mewakili Indonesia di Oscar 2025, dan proses ini perlu kita dukung bersama,” kata Ketua LSF Naswardi dalam sambutannya pada gelaran nonton bareng film ‘Women From Rote Island’ di CGV FX Sudirman, Jakarta, Selasa (3/12/24).

Menurut Ketua LSF, langkah itu menunjukkan penghargaan terhadap karya sineas lokal dan menjadi bentuk dukungan agar film tersebut dapat melangkah lebih jauh dalam proses seleksi nominasi Oscar.

Sekadar informasi, film ‘Women From Rote Island’ mengisahkan kejadian nyata kehidupan seorang perempuan di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, yang mengalami kekerasan seksual.

Film tersebut hasil garapan dari sutradara Jeremias Nyangoen yang sebelumnya dikenal sebagai penulis film Rumah Merah Putih dan Sang Dewi.

Sutradara Women from Rote Island, Jeremias Nyangoen yang hadir dalam kesempatan itu mengungkapkan, tujuan utama dari perjalanan filmnya menuju nominasi pada ajang Piala Oscar 2025 bukanlah semata untuk memenangkan nominasi.

Menurutnya, memahami dan mempelajari mekanisme kompetisi di ajang penghargaan film paling bergengsi itu juga penting.

“Kami tidak ingin muluk-muluk, kita harus tahu rulesnya oscar seperti apa. Justru kita harus ber’campaign’ dengan publisher di luar, sehingga kita bisa tahu aturan itu yang lebih penting,” ucapnya.

Ia menambahkan, kampanye promosi di luar negeri menjadi langkah penting untuk memahami lebih dalam bagaimana proses seleksi Oscar berlangsung.

“Banyak aturan di Oscar yang rumit. Salah satunya tidak boleh menyebut pernah menang di penghargaan ini dan itu. Mereka punya ‘rules sendiri’. Film yang tidak lolos karena ‘rules’ itu jumlahnya ratusan,” ujarnya.

Jeremias menegaskan, meski berharap filmnya dapat melangkah hingga tahap nominasi, hal itu bukanlah satu-satunya tujuan. “Meski nantinya tidak masuk nominasi, tidak apa-apa. Kita akan tetap berkarya,” ucapnya.

Ia juga menekankan misi besar di balik film ‘Women from Rote Island’ sebagai suara melawan kekerasan terhadap perempuan.

Menurutnya, isu kekerasan terhadap perempuan menjadi isu yang relevan tidak hanya di tanah air, tetapi juga di berbagai negara seperti Myanmar, India, Afrika, hingga Australia.

“Kami hanya bisa berbicara lewat film. Ini adalah cara kami bersuara tentang persoalan serius ini. Bukan hanya masalah perempuan, tapi tanggung jawab kita semua di rumah, di keluarga, di lingkungan,” ucap Jeremias.

Lewat Women from Rote Island, Jeremia berharap dapat menggerakkan kesadaran kolektif tentang pentingnya menanggulangi kekerasan terhadap perempuan, sekaligus memperluas wawasan sineas lokal tentang dunia perfilman internasional.

Hadir pula tiga pemain utama ‘Women from Rote Island’ yaitu Merlinda Dessy Adoe, Irma Novita Rihi dan Bani Sallum Ratu. Ketiganya mengaku senang karena film yang dibintanginya bisa masuk seleksi nominasi Oscar 2025.

Merlinda yang seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pulau Rote itu mengaku tidak kesulitan berakting karena mendapat pelatihan selama 3 bulan sebelum shooting filmnya.

“Kami sebelumnya tidak memiliki latar belakang teater. Akting kami pelajari di pelatihan selama 3 bulan,” kata pemeran Orpa tersebut.

Hal senada disampaikan Irma Novita Rihi yang lahir dan besar di Kota Kupang. Ia mengaku beruntung bisa ikut terlibat dalam pembuatan film ‘Women from Rote Island’ meski tidak punya latar belakang teater. (Tri Wahyuni)

Related posts