Suara Karya

Pakar Hukum: Pertambangan di Pulau Kecil Dapat Dilakukan dengan Syarat

JAKARTA (Suara Karya): Operasional pertambangan di pulau kecil memantik sebuah diskusi hukum. Apakah pertambangan di pulau kecil memang mutlak dilarang atau sebenarnya diperbolehkan asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Prof Dr I Nyoman Nurjaya SH mengatakan, norma dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 juncto UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K) tidak secara mutlak melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil.

“Itu artinya, pertambangan di pulau-pulau kecil dapat dilakukan selama kegiatan tersebut tidak menyebabkan kerusakan lingkungan atau merugikan masyarakat,” kata Prof Nyoman Nurjaya dalam diskusi, di Jakarta, Senin (20/1/25).

Menurut Nyoman, pelarangan mutlak pertambangan di pulau-pulau kecil justru bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945.

“Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf (k) UU PWP3K harus dipahami sebagai izin bersyarat (toestemming) yang memungkinkan kegiatan pertambangan mineral dilakukan, asal tidak menyebabkan kerusakan lingkungan, pencemaran, atau merugikan masyarakat sekitarnya baik dari aspek teknis, ekologis, sosial, maupun budaya,” ujarnya.

Pandangan tersebut disampaikan Nyoman terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap aktivitas pertambangan di pulau kecil.

Dia mengatakan, jika Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU PWP3K tersebut ditafsirkan sebagai larangan absolut tanpa pengecualian, maka hal itu justru akan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945.

“Larangan itu bisa dimaknai sebagai perlakuan yang tidak adil dan diskriminatif,” ucapnya.

Dengan demikian, lanjut Prof Nyoman, PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP) yang melakukan aktivitas pertambangan nikel di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan dan perusahaan lain yang tengah melakukan penambangan di pulau-pulau kecil seharusnya tetap bisa beroperasi.

Pandangan senada disampaikan Anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum Wihadi Wiyanto. Wakil dari legislatif pada persidangan MK tentang UU PWP3K, Wihadi menyebut jika pengelolaan pulau kecil diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 8/Permen-KP/2019 tentang Penatausahaan Izin Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya, dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Rekomendasi Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil dengan Luas di Bawah 100 Km2 itu sudah diubah dalam Permen KP No 53/Permen-KP/2020 Tahun 2020.

Menurut Wihadi, mengacu pada Permen KP No 8/Permen-KP/2019, pemanfaatan pulau kecil dan perairan di sekitarnya tidak hanya terbatas pada apa yang disebut dalam ketentuan tersebut.

Akan tetapi, lanjut Wihadi, dimungkinkan adanya pemanfaatan dan kegiatan lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk kegiatan pertambangan mineral.

Manajemen PT GKP kembali menegaskan komitmennya bahwa operasi pertambangan di Pulau Wawonii tetap mematuhi dan menghormati seluruh peraturan hukum yang berlaku, menjaga kelestarian lingkungan, dan terus konsisten berkontribusi bagi pembangunan daerah dan sumber daya manusia disana.

“Kami terus melakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap kegiatan operasional kami untuk memastikan, semua aktivitas berjalan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh lembaga dan otoritas terkait,” kata GM External PT GKP, Bambang Murtiyoso.

PT GKP menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah menghormati proses hukum yang tengah berjalan, melalui pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) terkait Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) perusahaan di Pulau Wawonii.

“Sebagai perusahaan yang selalu menghormati hukum di Indonesia, kami mengikuti jalur hukum yang tersedia melalui langkah PK ke MA sesuai peraturan yang berlaku. Kami pastikan seluruh proses dan putusan hukum dapat dijalankan dengan adil dan transparan,” ucapnya.

Hingga saat ini, operasional perusahaan dilakukan berpedoman pada izin yang sah dari pemerintah, mencakup Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IPPKH, serta mengutamakan tanggung jawab lingkungan dan sosial.

“Operasi produksi PT GKP berjalan sesuai standar dan kaidah Good Mining Practice yang berlaku. Perlu dipahami, IPPKH PT GKP hingga saat ini masih sah berlaku. Sehingga, proses pengiriman bijih nikel tetap dapat dilakukan,” tuturnya.

Karena itu, diharapkan semua pihak menghargai keputusan hukum yang diambil dan menghormati proses hukum yang tengah berjalan.

“Kami selalu melibatkan perangkat desa, pemerintah daerah dan pusat, serta masyarakat setempat dalam perumusan berbagai program prioritas yang mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dan pertambangan yang berbasis Good Mining Practice,” ucap Bambang.

Namun, di lain sisi, PT GKP juga menyadari pentingnya memberi klarifikasi hukum atas tuduhan yang selama ini diarahkan kepada perusahaannya.

Sementara itu, dukungan kepada PT GKP untuk terus melanjutkan operasi pertambangan juga bermunculan di masyarakat sekitar. Salah satunya disampaikan organisasi masyarakat Kerukunan Keluarga Sehati (KKS) Desa Mosolo Raya.

“PT GKP telah memberi dampak nyata bagi perbaikan kehidupan masyarakat sekitar. Selain mendorong keberlanjutan operasi PT GKP, kami juga menghimbau pemerintah dan pemangku kepentingan untuk berlaku adil dan obyektif,” kata Ketua KKS, Asman.

Apalagi, lanjut Asman, PT GKP selama ini mengutamakan kepentingan kesejahteraan masyarakat Wawonii secara luas yang membutuhkan lapangan pekerjaan.

Hal senada disampaikan Aliansi Mahasiswa Masyarakat Wawonii Bersatu (AM2WB), Sulvan yang menyerukan deklarasinya sebagai bentuk dukungan atas kontribusi PT GKP dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga stabilitas ekonomi lokal.

“Kami meminta kepada Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran untuk memperhatikan nasib masyarakat Wawonii yang butuh pekerjaan dan tetap mendukung terus beroperasinya PT GKP,” kata Sulvan menandaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts