JAKARTA (Suara Karya): Komunitas Adat Terpencil (KAT) merupakan komunitas masyarakat yang keberadaannya saat ini semakin terdesak, nasib yang hampir sama dialami oleh sebagian besar KAT di Indonesia.
Fachruddin Tukuboya adalah sebagian kecil peneliti doktoral yang memutuskan untuk fokus memperdalam KAT Suku Togutil, khususnya pada bidang pemberdayaan (Empowerment). Disertasi dengan judul Model Pemberdayaan Berbasis Kalender Penghidupan Suku Togutil Berkelanjutan berhasil ia pertahankan dihadapan 9 orang dewan penguji pada hari sabtu, 28 Desember 2024 di Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia. Fachrudin dinyatakan lulus dengan predikat cum laude (A) dan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,91.
Penelitian Fachruddin mengungkapkan bahwa KAT memiliki risiko tinggi kepunahan akibat konflik ruang dan potensi paparan penyakit antar anggota komunitas. Kondisi ini juga diperparah dengan minimnya perhatian dan kolaborasi antar pihak pemangku kepentingan pasa upaya pemberdayaan KAT Suku Togutil. “Perlu sinergi secara vertikal dan horizontal dalam melaksanakan pemberdayaan KAT Suku Togutil, agar menghindari kegagalan pemberdayaan” Ujar Promovendus Fachruddin Tukuboya.
Menurut Fachruddin pemberdayaan KAT harus dilaksanakan dengan perencanaan yang baik dan tepat, ini juga menjadi hasil yang ditekankan dalam disertasi yang telah di susun. “Perencanaan adalah hal yang perlu diperhatikan secara serius dalam agenda pemberdyaan, khususnya pada KAT. Salah satunya dengan memperhatikan kalender penghidupan, aset dan strategi penghidupan KAT.” ucap Fachruddin.
Hasil penelitian Fachruddin juga mengungkapkan bahwa, terdapat kekosongan hukum yang mengatur tentang keberadaan masyarakat adat.
Hal ini diaminkan oleh Dr. Harapan Lumbangaol, salah seorang penguji sidang promosi dan juga mantan Direktur Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Kementerian Sosial yang menyatakan bahwa proses legislasi Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat sudah sejak lama dibahas dan tidak kunjung diputuskan. Pada kesempatan ini, Fachruddin juga menyampaikan tentang harapannya,
“Saya memohon kepada Presiden Prabowo Subianto dan Ketua DPR RI Puan Maharani untuk mendorong kembali pembahasan dan menetapkan Undang-Undang tentang Masyarakat Hukum Adat yang telah berlarut-larut ini. Bukan hanya soal desakan, tetapi soal kemanusiaan, negara perlu segera hadir untuk memperhatikan dan mempertahankan keberadaan Komunitas Adat Terpencil,” tegas Fachruddin. (Pram)

