JAKARTA (Suara Karya): Perbedaan signifikan antara hasil survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dan Indikator Politik Indonesia (IPI) dalam Pilgub Jawa Tengah 2024 dinilai janggal. Untuk itu, Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) harus berani membongkar datanya.
Persepi diminta tidak tebang pilih dalam melakukan pemeriksaan mendalam atas perbedaan yang mencurigakan pada survei SMRC dan Indikator Politik tersebut.
Perbedaan angka yang mencolok tidak bisa diabaikan begitu saja. Periode survei SMRC dan IPI bahkan berdekatan, yaitu SMRC pada 7-12 November 2024 dan IPI pada 7-13 November 2024.
Perbedaan elektabilitas Andika Perkasa di survei IPI dan SMRC terlalu signifikan untuk dianggap sepele. IPI mencatat elektabilitas Andika-Hendi sebesar 43,46 persen, sementara SMRC menunjukkan angka yang jauh lebih tinggi, yaitu 50,4 persen.
Guru Besar Universitas Andalas, Prof Dr Asrinaldi menegaskan, Persepi harus berani bertindak tegas.
“Perbedaan ini harus mendapat perhatian dari Dewan Etik Persepi, agar semuanya menjadi jelas. Pendalaman dilakukan lewat diskusi bersama pihak-pihak terkait,” kata Prof Dr Asrinaldi saat diminta tanggapan terkait hasil survei Pilgub Jateng oleh SMRC dan IPI, Selasa (19/11/24).
Menurut Prof Asrinaldi, pemeriksaan terhadap data survei itu menjadi langkah penting untuk mengembalikan kepercayaan publik. Audit menyeluruh wajib dilakukan agar hasil survei yang disajikan benar-benar dapat dipercaya dan objektif.
“Baiknya memang diaudit data mentah hasil survei ini, diaudit untuk mengetahui apa persoalannya. Kita tidak bisa menyimpulkan sebelum diperiksa secara menyeluruh,” tegasnya.
Bukan hanya kali ini saja hasil survei Pilgub Jateng mengundang perhatian publik. Pada periode sebelumnya, survei LSI Denny JA menunjukkan hasil berbeda, yang menempatkan Andika Perkasa dalam posisi kalah dengan angka 28,2 persen.
Sementara itu, survei SMRC dalam periode hampir sama mencatatkan elektabilitas Andika Perkasa sebesar 48,1 persen.
Kejanggalan yang terjadi di berbagai survei politik ini menimbulkan kekhawatiran publik tentang kredibilitas lembaga survei di Indonesia. Persepi dituntut untuk membedah semua data terkait agar transparansi dapat ditegakkan.
Publik memandang langkah audit itu bukan sekadar formalitas, tetapi sebuah keharusan untuk menjaga integritas proses survei di Indonesia.
Kredibilitas Persepi dan lembaga survei lainnya dipertaruhkan, jika kejanggalan semacam ini dibiarkan tanpa pengawasan yang ketat. (Tri Wahyuni)