JAKARTA (Suara Karya): Upaya percepatan sertifikasi halal bagi pelaku UMKM terancam melambat, akibat munculnya syarat tambahan baru, yaitu kewajiban Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan dokumen turunan.
Hal ini diungkapkan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Ahmad Haikal Hasan dalam acara Forum Sinergi Penguatan Ekosistem Halal Nasional yang dihadiri Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Muhammad Qodari, di Jakarta, Jumat (21/11/23).
Hadir dalam kesempatan yang sama, jajaran pejabat eselon di lingkungan BPJPH maupun KSP.
Ahmad Haikal Hasan menyebut, jumlah pengajuan sertifikasi halal UMKM yang sebelumnya mencapai 10.000 per hari, kini anjlok drastis hingga menjadi 2.000 pengajuan per hari, setelah adanya kewajiban Amdal bagi pelaku usaha mikro.
Para pendamping UMKM juga mengeluhkan hal serupa, sertifikasi halal yang sudah dipermudah dan digratiskan pemerintah justru tertahan di tahap Amdal.
“Sertifikasi halal sekarang tersendat bukan di proses halalnya, tapi di kewajiban Amdalnya. UMKM kecil yang memproduksi sambal 10 botol setiap hari pun diminta Amdal juga. Ini membuat mereka kesulitan,” kata pria yang akrab disapa Babe Haikal tersebut.
Hal senada dikatakan Kepala Staf Kepresidenan, Muhammad Qodari. Amdal seharusnya berfungsi sebagai penguat, bukan penghambat bagi UMKM.
“Kami melihat Amdal seharusnya memperkuat kualitas usaha, bukan malah melemahkan. Ini harus segera kita dudukkan bersama,” ucapnya menegaskan.
Forum tersebut langsung menyepakati pembentukan tim khusus lintas kementerian yang akan mengkaji ulang penerapan syarat Amdal bagi UMKM dalam proses sertifikasi halal. BPJPH menyatakan akan segera mengundang KSP, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perdagangan, dan perwakilan UMKM untuk merumuskan solusi permanen.
“Ini momentum. Data penurunan pengajuan halal oleh UMKM sangat nyata. Kalau dibiarkan, target nasional bisa terganggu. Kita harus cari jalan keluar segera,” ucap Babe Haikal menambahkan.
Di tengah kendala itu, Pemerintah sebenarnya sedang memperbesar dukungan bagi UMKM. Pada 2025, Presiden Prabowo Subianto telah mengalokasikan 1 juta sertifikasi halal gratis bagi UMKM. Jumlah itu akan ditingkatkan menjadi 1.350.000 atau naik 35 persen dibanding tahun ini.
Qodari menyayangkan, program besar itu berisiko terhambat jika persoalan Amdal tidak segera diselesaikan. “Jangan sampai anggaran besar yang sudah disiapkan untuk UMKM tidak terserap, hanya karena tersangkut di masalah Amdal,” ucap Qodari.
Baik BPJPH maupun KSP menekankan, sertifikasi halal bukan hanya isu agama, tetapi mesin pertumbuhan ekonomi. Produk halal telah menjadi syarat untuk masuk ke pasar global, terutama nrgara-negara OKI, Timur Tengah, dan pasar besar seperti Tiongkok, Amerika, dan Brazil.
“Rusia saja sudah memproduksi 100 persen halal, karena dianggap membuka akses ke semua negara. Masa Indonesia tertinggal,” kata Haikal mempertanyakan.
Kendala Amdal kini menjadi isu krusial dalam percepatan sertifikasi halal nasional. Jika tidak segera ditangani, jutaan UMKM berisiko terhambat mengakses pasar yang lebih luas.
Pemerintah memastikan langkah cepat dilakukan melalui koordinasi lintas lembaga agar sertifikasi halal kembali bergerak cepat dan tepat sasaran.
Sebelumnya, Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan memaparkan hasil capaian lembaganya dalam memperkuat ekosistem halal nasional.
“Berbagai inovasi pelayanan dan percepatan proses sertifikasi halal membuat jumlah produk bersertifikat halal melonjak, sekaligus memperluas akses pelaku usaha mikro hingga menengah,” tuturnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, BPJPH berhasil mencatat peningkatan signifikan jumlah penerbitan sertifikat halal melalui berbagai terobosan, termasuk digitalisasi layanan, penyederhanaan alur pendaftaran, dan program percepatan sertifikasi seperti fasilitasi gratis untuk UMKM.
Pencapaian tersebut, menurut Kepala BPJPH, menjadi bukti bahwa Indonesia semakin siap menjadi pemain utama dalam industri halal global.
“Kami mendorong agar sertifikasi halal tak hanya menjadi kewajiban regulasi, tetapi juga nilai jual yang mengangkat daya saing produk Indonesia di pasar dunia,” katanya.
Langkah digitalisasi melalui layanan SiHalal menjadi salah satu faktor pendorong utama percepatan. Pelaku usaha kini dapat mendaftarkan produknya secara daring dengan proses lebih sederhana, transparan, dan dapat dipantau secara real-time.
“Efisiensi ini menekan waktu proses sertifikasi yang sebelumnya kerap menjadi keluhan pelaku industri,” ungkap Babe Haikal.
Salah satu capaian paling menonjol BPJPH adalah meningkatnya partisipasi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Program fasilitasi sertifikasi halal gratis dengan metode pernyataan pelaku usaha (self-declare) membuat ribuan UMK dapat memperoleh sertifikat tanpa biaya, sehingga membuka peluang pasar lebih luas.
“Banyak pelaku UMK mengaku omzetnya meningkat setelah produknya memiliki label halal,” ucapnya.
Selain memperkuat sektor domestik, BPJPH juga memperluas kerja sama internasional melalui mutual recognition agreement (MRA) dengan sejumlah lembaga halal luar negeri.
Langkah itu memastikan produk Indonesia lebih mudah diterima di pasar global, sekaligus menguatkan posisi Indonesia sebagai pusat referensi halal dunia.
“Target kami adalah menjadikan sertifikasi halal sebagai standar kualitas yang melekat pada setiap produk Indonesia. Semakin banyak produk bersertifikat halal, semakin kuat posisi Indonesia di peta industri halal global,” kata Babe Haikal menandaskan. (Tri Wahyuni)

