JAKARTA (Suara Karya): Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (Ketum PGRI), Unifah Rosyidi menyambut baik kebijakan Presiden Prabowo Subianto untuk peningkatan kesejahteraan guru.
Namun, upaya itu tidak akan optimal tanpa percepatan proses sertifikasi guru. Karena jumlah guru yang belum masuk kuota sertifikasi mencapai lebih dari 40 persen.
“Jika pemerintah memang ingin menyejahterakan guru, perbaiki aturan soal sertifikasi. Bagaimana guru dalam jabatan, baik ASN maupun non-ASN bisa disertifikasi dengan cepat dan tidak berbelit-belit,” kata Unifah ketika diminta tanggapannya soal kenaikan gaji guru, di Jakarta, Senin (2/12/24).
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya pada peringatan Hari Guru National (HGN) 2024 mengatatakan, akan menaikkan gaji guru berstatus aparatur sipil negara (ASN), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan non-ASN.
Guru ASN dan PPPK mendapat tambahan kesejahteraan sebesar 1 kali gaji pokok, sedangkan tunjangan profesi guru non-ASN naik menjadi Rp2 juta per bulan.
Unifah menilai percepatan proses sertifikasi akan berdampak terhadap kesejahteraan guru secara merata. “Kalau sekarang yang sejahtera baru guru yang memiliki sertifikasi. Karena itu, bagaimana caranya agar guru Indonesia semua tersertifikasi,” ucapnya menegaskan.
Dipaparkan, selama ini ada aturan yang mempersulit proses sertifikasi guru dalam jabatan dari model diklat (pendidikan dan pelatihan), sebagaimana diatur dalam UU Guru dan Dosen, menjadi PPG (Pendidikan Profesi Guru) dalam jabatan yang memakan waktu lebih lama, mahal dan berbelit-belit.
“Karena aturannya yang rumit, maka kuota sertifikasi jadi sedikit. Angka kelulusannya pun kecil. Dampaknya, jumlah guru yang belum masuk kuota sertifikasi mencapai lebih dari 40 persen. Kalau angkanya masih sebesar itu, maka peluang guru untuk sejahtera bakal lama sekali,” ucapnya.
Unifah mengusulkan, upaya peningkatan kualitas guru bisa dilakukan lewat pengembangan profesional berkelanjutan (continous professional development). “PGRI akan kawal kebijakan pemerintah ini agar kesejahteraan guru semakin merata,” tuturnya.
Unifah mengungkapkan, hal penting lainnya terkait guru adalah program inpassing atau kesetaraan jabatan dan pangkat bagi guru non-ASN. Program tersebut diharapkan bisa dibuka kembali.
“Dengan demikian, kenaikan TPG Non-ASN tidak berhenti pada Rp2 juta saja, tetapi kenaikan 100 persen gaji pokok sama dengan ASN,” ucapnya.
Meski begitu, Unifah mengucap syukur atas upaya pemerintah. Karena guru non-ASN saat ini mendapat tambahan tunjangan sebesar Rp500 ribu, sehingga total menjadi Rp2 juta.
Unifah menceritakan kejadian pada 2007-2008, ketika PGRI dan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) kala itu membahas upaya sertifikasi bagi guru non-ASN, khususnya guru swasta.
“Lalu keluar peraturan yang menetapjan pemerintah harus membayar Tunjangan Profesi Guru (TPG) bagi guru swasta,” tuturnya.
Saat itu, lanjut Unifah, disepakati TPG sebesar Rp1,5 juta. Karena aturan masih bersifat temporal, maka ditempuh langkah Inpassing atau menyamakan gologan guru swasta tersertifikasi dengan ASN.
“Lewat inpassing guru non-ASN bisa dapat tunjangan yang sama seperti ASN, tak hanya TPG Guru swasta sebesar Rp1,5 juta,” ucap Unifah menandaskan. (Tri Wahyuni)
