Suara Karya

UPER Ajak Gen Z Bahas Krisis Iklim bareng Pakar Internasional

JAKARTA (Suara Karya): Universitas Pertamina (UPER) mengajak generasi (Gen) Z membahas krisis iklim bareng pakar dari Universiti Teknologi Petronas, Zulkifli Merican dan salah satu anggota Super Hero Kebersihan 37 asal Karawang, Hikmal.

Kehadiran dua narasumber itu bagian dari gelaran International Space UP Emerging Forum (ISEF) 2023 di kampus UPER Jakarta, belum lama ini.

Kegiatan bertema ‘Gen Z as The Focal Key to Decipher The Climate Crisis in Society’ itu mengajak kaum muda untuk lakukan aksi nyata dalam mengatasi krisis iklim.

Menurut Zulkifli, gas rumah kaca (GRK) sejatinya berfungsi sebagai menyerap panas matahari ke bumi dan mencegah sebagian panas itu terpantul kembali ke atmosfer.

“Namun, kenyataannya konsentrasi GRK yang berlebihan membuat panas matahari terperangkap dalam atmosfer dan tidak bisa dipantulkan. Kondisi itu membuat temperatur bumi meningkat,” tutur Zulkifli.

Selain GRK, disebutkan, material lain yang cukup berpengaruh terhadap iklim adalah aerosol (partikel mikroskopis yang melayang di udara) dari sulfur dioksida. Senyawa itu secara natural biasanya terbentuk dari aktivitas vulkanik.

“Setelah era revolusi industri, senyawa sulfur dioksida juga terbentuk akibat pembakaran bahan bakar oleh pembangkit listrik dan industri,” katanya.

Zulkifli menilai, Gen Z memiliki peran yang penting dalam mendorong gaya hidup rendah karbon. Riset yang dilakukan Pew Research Center pada 2021 menunjukkan, 67 persen Gen Z telah menyadari pentingnya menjaga bumi dari perubahan iklim.

Beberapa cara yang bisa dilakukan Gen Z adalah menghemat penggunaan energi dengan menerapkan ‘zero-waste lifestyle’ atau gaya hidup bebas sampah.

Super Hero Kebersihan 37 merupakan salah satu contoh Gen Z yang aktif dalam aksi melindungi bumi. Kelompok asal Karawang yang terdiri dari 8 anak muda itu menjadi viral di media sosial setelah aksi bersih-bersih di berbagai macam lokasi.

Seperti dikemukakan Hikmal, sejak Super Hero Kebersihan 37 didirikan 5 bulan lalu, mereka telah membersihkan 31 titik wilayah, baik di darat maupun di perairan.

“Awalnya kami sempat mendapat cibiran dari teman-teman sebaya, tetapi hal itu tidak meruntuhkan semangat kami untuk menjaga lingkungan melalui gerakan membersihkan sampah,” ucapnya.

Menurut Hikmal, menjaga lingkungan sama dengan menjaga diri sendiri. Karena lingkungan bukan milik pribadi, makanya harus dijaga sepenuh hati

Upaya serupa juga dilakukan mahasiswa UPER melalui UKM Riset dan Karya Ilmiah Heuri Cosmos lewat penanaman bibit mangrove di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta. Kegiatan tersebut hasil kolaborasi denga organisasi keMANGTEER.

Seperti dikemukakan Pjs Rektor UPER, Budi W Soetjipto, kegiatan tanam mangrove penting untuk membantu dalam mengatasi krisis iklim.

Merujuk pada situs Center for International Forestry Research disebutkan, mangrove bisa menyimpan karbon lima kali lebih banyak ketimbang hutan tropis.

“Kegiatan itu menjadi pengingat kita semua, dampak atas perubahan iklim benar terjadi. Jika kita tidak beraksi sekarang, maka generasi selanjutnya akan hidup di planet yang lebih rusak dibanding saat ini,” ujar Budi.

Data National Aeronautics and Space Administration (NASA) pun mencatat pada 2021, suhu permukaan bumi meningkat 0,85 derajat celcius dibanding suhu rata-rata tahunan pada periode 1951-1980.

Tren kenaikan suhu rata-rata permukaan itu disinyalir adalah dampak dari perubahan iklim.

Melansir dari laman resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), faktor yang paling besar mempengaruhi perubahan iklim adalah produksi emisi dari GRK.

Data Global Energy Review milik International Energy Agency juga menyebut, total produksi emisi dari GRK pada 2021 mencapai 40,8 Gt CO2e. (Tri Wahyuni)

Related posts