JAKARTA (Suara Karya): Upaya penuntasan guru honorer bakal terkendala, akibat minimnya formasi guru Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK) yang diusulkan Pemerintah Daerah (Pemda).
Hal itu dikemukakan Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek), Prof Nunuk Suryani dalam acara buka puasa bersama Forum Wartawan Pendidikan (Fortadik) di Jakarta, Jumat (22/3/24).
Prof Nunuk menyebut, dari 419.146 kuota yang disiapkan pemerintah, Pemda tahun ini hanya mengusulkan sebanyak 170.649. Itu artinya, hanya separo dari total kebutuhan guru yang ada.
Minimnya usulan formasi guru ASN PPPK, Prof Nunuk menduga lantaran banyak Pemda yang takut terbebani oleh gaji dan berbagai pengeluaran untuk tambahan formasi guru tersebut, yang pada akhirnya akan berdampak terhadap APBD.
Melihat kondisi itu, ia khawatir, upaya penuntasan masalah honorer guru dan tenaga kependidikan tidak akan tuntas pada 2024, sebagaimana diamanatkan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Data GTK Kemdikbudristek mencatat usulan Pemda hanya 170.649, yaitu 150.031 untuk formasi PPPK dan 20.618 CPNS. Dengan demikian, ada kekurangan 248.497 formasi dari seluruh kebutuhan formasi guru PPPK sebesar 419.146 formasi.
“Padahal Pemerintah dalam 3 tahun terakhir ini terus berusaha memenuhi kebutuhan guru ASN melalui jalur pengangkatan honorer. Namun Pemda tidak antusias,” ucap Prof Nunuk menegaskan.
Di awal perekrutan guru ASN PPPK pada 2021, usulan formasi dari Pemda mencapai lebih dari 500 ribu formasi. Namun, angka itu terus menurut setelah proses seleksi PPPK 2022, 2023 dan 2024.
“Kami sudah beberapa kali mendekati Pemda untuk lobi dengan Kementerian Keuangan agar anggaran guru PPPK ini sesuai peruntukannya ketika ditransfer ke daerah,” tuturnya.
Prof Nunuk mengakui, upaya yang dilakukan dalam 3 tahun terakhir ini hasilnya tidak maksimal. Kekurangan guru tetap banyak. Jumlahnya dikhawatirkan akan membengkak lantaran kuota PPPK yang disiapkan tidak terisi maksimal.
“Jika usulan formasi guru PPPK tetap dari Pemda, ya kami tidak bisa memaksakan. Pemerintah hanya bisa bikin peraturannya,” katanya.
Dari hasil blusukan Mendikbudristek Nadiem Makarim dan Dirjen Nunuk ke daerah-daerah, masalah utama yang dikeluhkan Pemda terkait anggaran.
Karena itu, Pemda enggan merekrut honorer guru dan tenaga kependidikan semaksimal mungkin. Usulan formasi hanya disesuaikan dengan jumlah guru ASN yang akan pensiun.
Menurut Nunuk, sistem rekrutmen PPPK di Indonesia sangat bagus. Sebelum diangkat menjadi PPPK, prosesnya super ketat. Dimulai dari usulan Pemda hingga penetapan NIP PPPK.
“Karena Pemda tahu sistemnya ketat, makanya usulan formasi tidak dimaksimalkan. Perhitungan Pemda soal anggaran karena jika semua honorer yang memenuhi syarat diangkat PPPK, lalu bagaimana mereka menyiapkan anggarannya,” ujar Prof Nunuk.
Padahal, lanjut Prof Nunuk, upaya penuntasan guru honorer ini merupakan komitmen dari Pemerintah, termasuk didalamnya penyiapan anggaran.
“Pemerintah akan cari solusi bagaimana mengatasi masalah ini agar target tercapai sesuai amanat UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN,” ucap Prof Nunuk menandaskan. (Tri Wahyuni)