Suara Karya

UT Dorong Kolaborasi Global Melalui Forum Internasional ‘FUSION 2025’

JAKARTA (Suara Karya): Universitas Terbuka (UT) kembali menggelar forum internasional bertajuk ‘The 2nd International FUSION (Forum for University Scholars in Interdisciplinary Opportunities and Networking) 2025, di Universitas Terbuka Convention Center (UTCC), Tangerang Selatan, Rabu (22/10/25).

Forum bertema ‘Bridging Disciplines, Building Futures: Multidisciplinary Approaches for Global Impact’ itu diharapkan menjadi ruang temu bagi akademisi lintas negara dan lintas disiplin untuk memperkuat kolaborasi riset serta memperluas dampak ilmu pengetahuan terhadap pembangunan berkelanjutan.

Kegiatan yang dibuka Wakil Rektor IV Universitas Terbuka, Dr Hendrian SE, MSi itu juga dihadiri akademisi, peneliti, dan profesional dari Kanada, Afrika Selatan, Belanda, Filipina, dan Indonesia.

“Kami bangga menjadi tuan rumah forum prestisius yang menghadirkan para cendekia dari berbagai disiplin ilmu dan lintas negara,” katanya.

Pembicara asing dalam FUSION 2025, yaitu Tammara Soma, PhD dari Simon Fraser University (FSU), Kanada; Prof Meahabo Dinah Magano dan Dr Denzil Chetthy dari University of South Africa; Dr Vilma B Ramos dari Nueva Ecija University of Science and Technology (NEUST), Filipina; serta Dirut BPJS Kesehatan, Prof Dr Ali Ghufron Mukti, MSc, PhD.

Pembicara kunci, yaitu Dirjen Sains dan Teknologi (Saintek) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek), Prof Dr Ahmad Najib Burhani menekankan, pentingnya pendekatan multi, inter, dan transdisipliner dalam menghadapi isu global seperti pandemi, krisis energi, dan perubahan iklim.

“Kita tidak bisa lagi mengandalkan satu bidang keilmuan. Dunia membutuhkan kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat,” ucapnya.

Prof Najib mencontohkan kemajuan Korea, yang tak hanya didukung oleh industrinya yang mendunia seperti Samsung dan Hyundai, tetapi juga industri hiburannya, yang dikenal dengan istilah K-Pop.

“Untuk itu, kami mengembangkan Program Bestari Saintek, dimana riset lahir dari kebutuhan masyarakat, bukan hanya di laboratorium. Sehingga hasil riset mempermudah dan meningkatkan kesejahteraan,” ujarnya.

Prof Najib berharap Forum FUSION bisa menjadi jembatan untuk program-program yang dikembangkan Kemdiktisaintek. “Keluaran riset itu bukan cuma tradisional research output seperti buku dan jurnal, tetapi juga non-tradisional seperti video, podcast dan inovasi terapan,” pungkasnya.

Harapan serupa disampaikan Direktur Sekolah Pascasarjana UT, Prof Dr Maman Rumanta MSi. Pihaknya bekerja sama dengan SINTA 2 dan SINTA 3 untuk publikasi hasil forum.

“Ke depan, kami menargetkan indeks Scopus dan menjadikan FUSION sebagai pusat pengembangan riset terbuka dan relevan,” ujarnya.

Sebagai forum akademik tahunan, lanjut Prof Maman, FUSION juga menjadi salah satu implementasi Indikator Kinerja Utama (IKU) Perguruan Tinggi, khususnya dalam peningkatan kolaborasi internasional dan publikasi ilmiah.

Ditambahkan, FUSION 2025 melibatkan 24 perguruan tinggi dari seluruh Indonesia dan menarik lebih dari 300 pendaftar dari berbagai bidang ilmu.

Setelah proses seleksi, 160 karya ilmiah terbaik dipresentasikan dalam sesi paralel yang mencakup topik teknologi informasi, pendidikan, kesehatan masyarakat, ekonomi hijau, dan kebijakan publik.

FUSION menjadi momentum strategis untuk memperkuat jaringan riset internasional dan menghasilkan inisiatif akademik yang berdampak langsung bagi masyarakat.

“Kami berharap kolaborasi yang lahir dari forum ini tidak berhenti di ruang konferensi, tetapi berlanjut dalam bentuk aksi nyata yang memperkaya Tridarma perguruan tinggi,” ujarnya.

Pernyataan senada disampaikan Vilma B Ramos dari NEUST, Filipina yang hadir secara langsung dalam acara. Katanya, program yang dikembangkan kampus harus memberi dampak positif bagi masyarakat.

“Pentingnya kolaborasi diciptakan antara kampus, masyarakat dan pemerintah,” kata Vilma menandaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts