JAKARTA (Suara Karya): Fenomena ‘panic buying’ semasa pandemi covid-19 menjadi biang keladi pembelian besar-besaran, stok pangan di masyarakat. Hal itu bisa dilihat pada produk mie instan, dimana penjualan meroket dari 12,5 miliar bungkus pada 2019 menjadi 13,3 miliar bungkus pada 2021.
Pada 2022, World Instant Noodles Association mencatat konsumsi mie instan lagi-lagi meningkat hingga mencapai 14,3 miliar bungkus.
Celakanya konsumsi produk kemasan meningkat, berdampak pada produksi sampah plastik. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendapati kenaikan jumlah sampah plastik dari 11,6 juta ton pada 2021 menjadi 12,54 juta ton pada 2022.
Untuk meningkatkan kemandirian dalam pengelolaan sampah, tim pelaksana Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) Universitas Pertamina (UPER) mengenalkan teknologi pirolisis di kawasan Perum Kota Serang Baru, Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Kegiatan tersebut mendapat pendanaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) lewat skema Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat Tahun 2023.
“Meski sudah memiliki bank sampah, pengelolaan sampah plastik kemasan makanan seperti mie instan di Serang Baru dirasakan belum optimal. Karena sampah yang dikelola tidak memiliki nilai ekonomi,” kata dosen Program Studi Kimia UPER, Nona Merry Merpati Mitan di Jakarta, Selasa (5/12/23).
Melalui pelatihan penggunaan pirolisis, sampah kemasan mie instant di Perum Kota Serang Baru jadi memiliki nilai manfaat yang lebih tinggi.
Proyek PkM itu dikerjakan Merry bersama tim dosen Agung Nugroho dari Program Studi Teknik Kimia dan E Byan Wahyu Riyandwita dari Program Studi Teknik Mesin.

Teknologi pirolisis memanfaatkan pemanasan terhadap sampah plastik untuk menjadi fasa cair. Melalui teknologi ini, sampah plastik polyethylene (kemasan makanan, kantong plastik, dan botol minum kemasan) dan polypropylene (tempat makan atau minuman, sedotan plastik dan botol obat) dikonversi menjadi bahan bakar berbentuk minyak mentah.
“Pirolisis bekerja secara sederhana, dimana alat pengolahan sampah berbentuk tabung yang tertutup rapat. Saat terjadi pembakaran sampah dalam alat itu, gas dari hasil pembakaran yang tertahan mengalir melalui pipa kondensor dalam pipa. Gas didinginkan oleh sirkulasi air,” tuturnya.
Salam kasus ini, penggunaan sampah mie instan menjadi salah satu pengujian yang dilakukan di dalam alat. Hasilnya sampah mie instan tersebut berubah menjadi minyak mentah yang bisa menjadi bahan bakar,” ucap Merry.
Uniknya dari 185 gram sampah plastik menghasilkan 0,064 liter minyak, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar perahu kecil, mesin pemotong rumput, hingga pengganti minyak tanah untuk kebutuhan rumah tangga.
PkM Tim UPER juga melibatkan mahasiswa Program Studi Kimia yaitu Anggraini Amelia Putri Sugiyanto dan Putri Patricia Pasaribu, serta mahasiswa Program Studi Teknik Mesin yaitu Muhammad Fajri yang berhasil memberi nilai ekonomis dari sampah kemasan mie instan.
Rektor UPER, Prof Dr Ir Wawan Gunawan A Kadir MS mengatakan, kegiatan PkM menunjukkan UPER sebagai kampus yang berorientasi pada bidang energi, berkontribusi menyelesaikan masalah-masalah nyata di masyarakat dan industri.
“Kami membangun pola berpikir mahasiswa untuk memperhatikan keberlanjutan atau sustainability. Pentingnya mencari solusi atas masalah-masalah nyata,” kata Rektor UPER.
Guna mendukung hal itu, UPER membangun Center of Excellence bidang Sustainability sebagai wadah riset dan implementasi sustainability. (Tri Wahyuni)
