JAKARTA (Suara Karya): Sejumlah aktivis pendidikan meminta kepada wakil rakyat di DPR untuk menunda masuknya Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022.
Alasannya, proses penyusunan RUU Sisdiknas tidak transparan, terburu-buru dan dikerjakan di ‘ruang gelap’, karena tidak melibatkan para ahli dari berbagai bidang. Padahal RUU tersebut didesain menggabungkan tiga UU sekaligus yaitu UU Sisdiknas, UU Pendidikan Tinggi, dan UU Guru dan Dosen, serta 23 UU yang harus terintegrasi.
“Jangan main-main dengan pendidikan. Sekali salah langkah, dampaknya baru dirasakan puluhan tahun kemudian. DPR harus berani menunda RUU Sisdiknas. Kami tak ingin UU Sisdiknas berakhir di gugatan Mahkamah Konstitusi,” kata aktivis pendidikan dari Vox Populi Institute, Indra Charismiadji di Jakarta, Sabtu (27/8/22).
Selama ini, lanjut Indra, proses pembahasan RUU Sisdiknas sama sekali tidak transparan. Para pemangku kepentingan hanya diminta datang untuk absensi dan mendengarkan paparan. Praktik penyusunan RUU Sisdiknas seperti hantu yang bekerja sendirian di ruang sunyi.
“Prosesnya sangat tidak transparan dan tidak melibatkan publik yang mewakili seluruh Indonesia. Prosesnya tidak bisa hanya dibahas di Jakarta,” ujarnya.
Ditambahkan, harusnya RUU Sisdiknas diawali dengan penyusunan peta jalan (road map) atau Grand Design Pendidikan Nasional. Road Map itu dibuat Panitia Kerja Nasional yang mewakili berbagai elemen dari seluruh Nusantara, sebelum membahas RUU Sisdiknas.
“Hal semacam itu sebenarnya telah dibahas berulang kali dalam rapat-rapat Komisi X DPR RI. Pandangan senada juga disampaikan Presiden Joko Widodo saat menerima delegasi Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) di Istana Negara. Presiden tidak ingin lagi setiap ganti menteri ganti kurikulum,” ujar Indra.
Namun kenyataannya, permintaan atas pembuataan Grand Design Pendidikan Nasional tidak kunjung ada, lalu tiba-tiba muncul RUU Sisdiknas yang tidak tahu mengacu ke mana, mau membahas apa, bagaimana arah dan tujuannya.
“Sebelum membuat aturan, kita harus tahu dulu apa yang akan dibuat. Sayangnya semuanya ada di ruang gelap. Tidak jelas, tidak konkret, sehingga menimbulka tanda tanya. Tampaknya ada agenda yang disembunyikan Kemendikbudristek,” tuturnya.
Hal senada dikemukakan Wakil Ketua Umum Bidang Pendidikan NU Circle Ahmad Rizali. Ia meminta masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan bidang pendidikan ikut bergerak menolak masuknya RUU Sisdiknas ke prolegnas dan disahkan secara diam-diam.
“Masyarakat tak boleh tinggal diam. Saatnya mahasiswa menyuarakan pentingnya peta jalan sistem pendidikan nasional agar kita semua memiliki landasan dan acuan atas pendidikan nasional di masa depan itu dibuat.
“RUU Sisdiknas harus disusun dan dibuat secara visioner. Bukan dibuat oleh mereka yang bernafsu membuat kebijakan tunggal dan komersial,” ucap Ahmad Rizali menegaskan. (Tri Wahyuni)