JAKARTA (Suara Karya): Revolusi industri yang bergerak begitu cepat menyebabkan sejumlah bidang pekerjaan terancam hilang oleh teknologi. Namun, teknologi juga melahirkan sejumlah bidang pekerjaan baru.
Untuk itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) yang berperan dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) kompeten harus beradaptasi dengan tantangan dunia kerja, baik di masa kini maupun masa depan.
Hal itu diungkapkan pakar pemasaran (marketing) sekaligus Founder and Chairman MarkPlus, Inc Hermawan Kartajaya dalam talkshow bertajuk ‘Relevansi Pendidikan Vokasi dengan Pekerjaan Masa Depan’ di acara Vokasifest x Festival Kampus Merdeka (FKM) 2023, Senin (11/12/23).
Hermawan mengatakan, perubahan yang begitu cepat di era industri saat ini maupun masa depan tidak bisa ditolak. “Saya baru saja menyelesaikan buku Marketing Era 6.0. Itu artinya, semua bidang akan terus berkembang, mulai dari ilmu pengetahuan hingga teknologi,” ujarnya.
Karena itu, menurut Hermawan, setiap individu harus terus belajar dan memperbarui kompetensinya. “Pemerintah harus memperkuat pendidikan vokasi, agar melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang relevan dengan perkembangan zaman,” ujarnya.
Hal itu, menurut Hermawan, sudah urgen dengan semakin menguatnya bonus demografi yang kini dirasakan oleh Indonesia. “Pendidikan vokasi memiliki peran penting dan prospek yang bagus dalam menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja yang terampil dan kompeten,” ujarnya.
Meski demikian, Hermawan juga menekankan, pendidikan vokasi jangan hanya mengejar kecakapan yang lekat dengan teknologi saja, tetapi harus membekali lulusannya dengan keterampilan dasar, seperti kepemimpinan, disiplin, dan sebagainya, agar bisa menjawab tantangan dunia kerja di masa depan.
Alumni pendidikan vokasi yang kini sukses mendirikan perusahaan sendiri, Arfian Fuadi mengatakan, pendidikan vokasi menjadi harapan bagi Indonesia untuk bergerak maju dan lepas dari streotip negara berpenghasilan menengah.
“Untuk menjadi negara maju, kita harus menjadi negara industri. Jadi kunci utamanya adalah bagaimana menjadi negara industri,” kata Arfian yang juga menjadi pembicara dalam talkshow.
Pendiri D’Tech Engineering, perusahaan yang bergerak dibidang teknologi itu telah membantu banyak SMK di Indonesia dalam menggali pengalaman.
“Saat ini pasar kerja dipenuhi tenaga kerja dengan keterampilan bidang pekerjaan baru seperti teknologi, robotika dan sebagainya. Di masa depan, pasar kerja itu butuh keterampilan lebih di bidang-bidang tersebut. Karena itu, kita harus beradaptasi dengan cepat,” kata alumni SMKN 7 Semarang, Jawa Tengah.
Arfian menekankan, pendidikan vokasi harus bekerja sama dengan industri supaya tercipta keterhubungan dan keselerasan (link and match) suplai dan permintaan SDM.
Baginya, kualitas pendidikan vokasi tidak cukup membuat lulusan yang siap kerja, tetapi harus bisa membentuk tenaga kerja yang kompeten dan relevan dengan dunia industri.
Hal itu setidaknya dibuktikan Arfian dari kerja sama yang dilakukan selama ini dengan sejumlah SMK dalam proyek pembuatan kursi kereta api. D’Tech Engineering menjalin kolaborasi dengan sejumlah SMK dalam pembuatan kursi kereta api untuk PT Industri Kereta Api (PT INKA).
“Kuncinya adalah terhubungan antara pendidikan vokasi dengan dunia usaha dan industri, sehingga pendidikan vokasi semakin relevan dengan dunia kerja, baik saat ini maupun masa depan,” ucapnya.
Sementara itu, Dirjen Pendidikan Vokasi, Kemdikbudristek, Kiki Yuliati mengatakan, selain menjadi tantangan, revolusi industri yang bergerak cepat pada dasarnya merupakan peluang yang harus bisa dimanfaatkan.
“Melalui kebijakan Merdeka Belajar, pemerintah terus mengupayakan sistem pendidikan vokasi yang terbuka dan luwes agar dapat menyesuaikan zaman,” katanya.
Kebijakan itu, lanjut Kiki, mendorong pendidikan vokasi terus melahirkan terobosan pembelajaran, mengajarkan keterampilan yang tidak hanya berguna untuk hari ini, tetapi juga di masa depan. Sehingga pendidikan vokasi akan relevan sampai kapan pun. (Tri Wahyuni)