Suara Karya

BAN-S/M Terapkan Sistem Akreditasi Baru Berbasis Komputer

Ketua BAN-S/M, Toni Toharudin dalam diskusi bertema 'Akreditasi Sistem Baru' yang digelar secara daring, Rabu (16/12/20). (Suarakarya.co.id/Tri Wahyuni)

JAKARTA (Suara Karya): Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) akan menerapkan sistem akreditasi baru berbasis komputer. Sistem ‘Dashboard Monitoring’ secara otomatis akan memberi notifikasi jika ada sekolah atau madrasah yang kualitasnya menurun.

“Jika ada sekolah/madrasah yang kualitasnya menurun, maka mereka akan menjadi target akreditasi. Tapi, kalau sekolah ingin status quo maka status akreditasi yang sama akan terbarukan secara otomatis. Ini disebut otomasi akreditasi,” kata Ketua BAN-S/M, Toni Toharudin dalam diskusi bertema ‘Akreditasi Sistem Baru’ yang digelar secara daring, Rabu (16/12/20).

Hadir dalam diskusi itu, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Iwan Syahril; Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama, Ahmad Umar; Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Doni Koesoema; dan Penasehat Penjaminan Mutu Pendidikan dari Technical Assistance for Education System Strengthening (TASS) dibawah kerja sama pendidikan Australia-Indonesia, Mark Carter.

Toni menjelaskan, dashboard monitoring dari otomasi akreditasi akan membantu BAN-S/M mengelola proses akreditasi satuan pendidikan secara lebih rapi dan praktis. Bila ada indikasi penurunan, maka asesor dapat melakukan visitasi manual agar prosesnya berjalan efektif dan efisien.

Disebutkan, 3 sasaran akreditasi, yaitu ada indikasi penurunan kinerja menurut dashboard, sekolah atau madrasah ingin meningkatkan status akreditasi, dan laporan masyarakat yang terverifikasi.

“Karena dashboard mendapat data sekunder dari basis data kementerian yang terintegrasi, maka prosesnya akan efektif jika data tersebut memiliki integritas,” ujarnya.

Data terintegrasi yang dimaksud Toni adalah Data Pokok Pendidikan (Dapodik) milik Kemdikbud, data Education Management Information System (Emis) milik Kementerian Agama, serta data Asesmen Kompetensi Minimal, Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar yang terpadu dalam Asesmen Nasional.

Toni mengemukakan, jumlah sekolah atau madrasah yang terakreditasi A dan B kini semakin banyak. Namun, jika sistem penilaiam dikaitkan dengan hasil Ujian Nasional atau skor Programme for Internasional Student Assessment (PISA), maka hasilnya tidak menggembirakan.

Karena itu, lanjut Toni, penting bagi BAN S/M melakukan evaluasi setelah 20 tahun berjalan, termasuk benchmarking ke negara lain agar pembaruan dalam proses akreditasi berjalan lebih efektif.

“Kuota akreditasi memang ada constrain dari APBN, sehingga tidak semua kuota bisa terpenuhi. Dan jumlahnya menumpuk dari tahun ke tahun. Sehingga banyak sekolah/madrasah yang sudah habis masa akreditasinya, tetapi belum diperbaharui,” katanya.

Lewat sistem yang baru, Toni berharap kendala semacam itu tidak terjadi lagi di masa depan. Karena sistem yang baru hanya akan memberi notifikasi jika ada sekolah/madrasah yang kualitasnya menurun.

Sementara itu, Anggota BSNP, Doni Koesoema memberi apresiasi atas upaya reformasi yang dilakukan BAN-S/M karena menekankan kepatuhan dan kinerja, terutama sistem triangulasi data yang diusung BAN-S/M.

“Adanya triangulasi data antara Dapodik dan Emis, data yang diisi sekolah sebagai asesmen mandiri, adanya verifikasi tim asesor lewat angket, wawancara, observasi serta telaah dokumen, upaya itu sangat bagus. Karena persoalan kita adalah integritas. Mungkin karena data kita masif, maka data menjadi tidak presisi atau sekolah mengisi data secara tidak jujur,” kata Doni.

Ia menambahkan, ada kecenderungan mekanisme data yang ada di sekolah digunakan sesuai kepentingan. Misalkan, jika akan digunakan untuk kepentingan bantuan pemerintah, maka datanya akan dijelek-jelekkan. Tetapi jika digunakan untuk penilaian akreditasi, maka data diperbagus.

“Ini persoalan mentalitas, bukan salah instrumennya,” ucapnya menegaskan.

Doni meyakini, mentalitas para pengelola data di satuan pendidikan perlu dibenahi. Menurutnya, jika ada individu yang tidak berintegritas, tapi sistemnya baik, maka tak menutup kemungkinan bagi oknum-oknum tertentu untuk berbuat tidak jujur atau memanipulasi.

“Sistem akreditasi yang baik, dengan model triangulasi BAN-S/M ini, akan memperkecil potensi manipulasi yang mungkin terjadi,” kata Doni yang meminta pada para asesor untuk mengingatkan pada pengelola satuan pendidikan untuk mengisi data secara jujur.

Hal senada dikemukakan Penasehat Penjaminan Mutu Pendidikan dari TASS, Mark Carter. Ia juga meminta pada BAN-S/M untuk memperhatikan kompetensi asesornya. Asesor harus paham atas substansi yang akan dinilai. Asesor juga harus paham mengapa indikator itu harus diukur.

“Kebutuhan kerangka kinerja di mana guru, murid dan sekolah bisa melakukan evaluasi atas kinerja mereka sendiri sangatlah penting. Instrumen BAN-S/M ini akan menjadi titik awal kerangka itu,” ujarnya.

Mark Carter menambahkan, instrumen itu akan bermanfaat bagi masyarakat untuk membedakan sekolah bermutu atau belum bermutu. Untuk sekolah yang belum bermutu, hasil asesmen sangat berguna untuk meningkatkan kualitas. (Tri Wahyuni)

Related posts