JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek) menggunakan pendekatan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) dalam membangun ekosistem sains dan teknologi di lingkungan pendidikan tinggi.
“Untuk menumbuhkan semangat meneliti di kalangan mahasiswa, kami akan fasilitasi lewat program hibah kreativitas di bidang sains dan teknologi,” kata Direktur Jenderal Saintek, Kemdiktisaintek, Ahmad Najib Burhani kepada media, dalam acara ‘Ngopi Bareng’ di Jakarta, Selasa (27/5/25).
Pria yang akrab disapa Najib tersebut didampingi Sekretaris Ditjen Saintek, M Samsuri dan Direktur Bina Talenta Sains dan Teknologi, Ditjen Saintek, Adi Nuryanto.
Dirjen Saintek Najib menjelaskan beberapa program prioritas yang akan dilakukan tiga direktorat yang menjadi kewenangannya. Pertama, Direktorat Bina Talenta yang akan mendukung ekosistem sains dan teknologi.
Kedua, Direktorat Strategi dan Sistem Pembelajaran Transformatif akan berfokus pada peningkatan kualitas pembelajaran dan pengajaran. Terutama pengembangan kompetensi guru-guru terbaik dari berbagai daerah sebagai talenta muda yang menjadi bagian dari ekosistem Garuda.
Ketiga, Direktorat Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi yang akan bermitra dengan berbagai asosiasi ilmuwan di masyarakat, industri dan perguruan tinggi.
Sejumlah program unggulan diperkenalkan, antara lain pendirian dan transformasi SMA Garuda, program SATU untuk mempermudah akses jurnal, penyusunan model pembelajaran transformatif, serta program Rapsodi Saintek Nasional.
“Program Rapsodi Saintek Nasional dibentuk untuk memperkuat diseminasi dan pemanfaatan ilmu pengetahuan,” ujarnya.
Berbagai program itu ditargetkan dapat membangun kecintaan pada ekosistem saintek, tidak mengandalkan program dari Kementerian saja, tetapi didukung oleh lembaga lainnya dan masyarakat.
“Dengan demikian, ekosistem sains dan teknologi dapat berjalan dengan seimbang,” ujarnya.
Ditjen Saintek kembali menekankan, ekosistem sains dan teknologi tidak akan terbangun jika tidak ada keselarasan dari ketiga Direktorat tersebut.
“Transformasi pendidikan berbasis sains dan teknologi tak hanya soal kurikulum, tapi bagaimana menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi, kolaborasi, dan solusi bagi masa depan Indonesia,” ucap Najib.
Hal senada disampaikan Samsuri. Katanya, di level penelitian, dosen dan peneliti melakukan riset-riset yang luar biasa. Diharapkan, penerima penghargaan dan nobel bisa berasal dari Indonesia di masa depan.
Ditambahkan, program Ditjen Saintek merupakan bentuk komitmen Kemdiktisaintek dalam mendukung misi Asta Cita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN).
Tiga aspek penting dalam pembangunan ekosistem sains dan teknologi yaitu ‘Scientific Temper, Scientific Culture, and Scientific Solution’.
Dijelaskan, scientific temper adalah perangai ilmiah yang mengedepankan rasionalitas logika dalam menyikapi fenomena yang terjadi dalam hidup. Dengan mengubah pola pikir ilmiah dalam lingkup individu, diharapkan tercipta budaya saintifik yang mengakar di masyarakat.
Di fase lanjut, ekosistem ini akan menghasilkan solusi atas permasalahan publik melalui ragam inovasi yang menjadi output riset terapan di Indonesia. (Tri Wahyuni)